View Full Version
Selasa, 30 Jan 2024

Gaza dan Harapan Pembebasan

 

Oleh: Yohana Pardede 

100 hari lebih genosida terjadi di Gaza dan masih terus berlanjut hingga saat ini. Lebih dari 25ribu warga sipil syahid, dan lebih dari 63 ribu warga luka-luka, di antaranya banyak wanita dan anak-anak yang menjadi korban kebrutalan Zionis Israel. Hingga kini, ribuan warga sipil mengungsi ke Selatan Gaza, dan bukan tidak mungkin masih menjadi sasaran Zionis yang melakukan serangan, baik serangan darat maupun serangan udara.

Diketahui bahwa sasaran Zionis Israel bukan hanya Hamas, tetapi Zionis juga menyerang tempat pengungsian warga, rumah sakit yang di dalamnya banyak warga yang membutuhkan bantuan medis, serta para jurnalis yang sedang meliput berita. Bahkan, warga yang sedang berjalan di jalanan untuk mencari perlindungan tak luput dari tembakan Zionis Israel. Mereka menggunakan bom fosfor putih dan bom kimia yang sebenarnya dilarang penggunaannya.

Lantas sudahkah negara-negara muslim membantu keadilan untuk warga Gaza Palestina? Sayangnya, negara-negara muslim hanya bisa mengecam dan hanya menunjukkan rasa keprihatinan ala kadarnya saja tanpa membuat aksi nyata yang lebih tegas. Mereka seakan munutup mata melihat genosida yang terjadi secara brutal dan terang-terangan ini.

Ditambah lagi dengan sokongan  senjata dari Amerika Serikat serta dukungan dari negara-negara yang buta terhadap kekejaman yang terjadi di depan mata mereka, membuat Israel makin percaya diri untuk terus melakukan serangan terus menerus ke Tepi Barat Gaza.

Menurut Al Jazeera, Israel percaya bahwa negara-negara Arab saat ini terpecah dan akan sulit untuk membuat keputusan tegas untuk mendukung Palestina secara memadai. Menurunnya solidaritas dukungan terhadap Palestina tidak lain adalah kepentingan politik dan ekonomi negara-negara Arab terhadap Amerika Serikat, sekutu utama Israel.

Memang pada tahun 2020 tercatat sebanyak enam negara Arab sudah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Keenam negara tersebut adalah Mesir (1979), Yordania (1994), Uni Emirat Arab (2020), Bahrain (2020), Sudan (2020), dan Maroko (2020). Maka, tidak heran sikap negara-negara Arab bisu dan tuli saat melihat kekejaman Israel pada Gaza.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki tanggung jawab salah satunya untuk memelihara keamanan dan perdamaian internasional. Akan tetapi, di sini kita tidak melihat hal signifikan yang dilakukan PBB untuk membuat perdamaian itu terwujud. Padahal bisa saja PBB mengeluarkan resolusi damai jangka panjang.

Namun, saat tuntutan untuk gencatan senjata ditolak negara veto, PBB bergeming. Mereka selalu menggaungkan perdamaian antarnegara terutama negara adidaya, dunia tanpa kekerasan, hak asasi manusia, hanya saja hal itu seolah tidak ada artinya untuk Palestina. Disinilah kita melihat bahwa percuma berharap pada PBB dan kekuatan negera-negara Arab.

Seluruh warga dunia mengecam atas yang dilakukan Zionis Israel, berbagai cara aksi protes seluruh umat Islam bahkan juga non muslim yang berunjuk rasa atas dasar kemanusiaan. Ribuan manusia turun langsung ke jalan menggaungkan aksi protes untuk Israel, tetapi seakan hal itu sia-sia. Sebab, genosida masih terus berlangsung dan tidak menggerakkan hati pemerintah negara seluruh dunia untuk memberi solusi pasti untuk Palestina.

Palestina sangat butuh pergerakan dunia Islam untuk sama-sama bersatu menyatukan kekuatan. Pertolongan terakhir untuk membantu Gaza adalah dengan mengirimkan pasukan tentara kaum muslim. Itu semua tidak bisa terjadi kecuali dengan adanya persatuan seluruh umat Islam di dunia. Persatuan kaum muslimin akan memastikan hadirnya kepemimpinan yang akan melindungi umat Islam sedunia sesuai dengan syariat Islam. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version