Oleh: Tita Rahayu Sulaeman
Dunia semakin mengerikan. Hawa nafsu yang telah mengendalikan orang-orang dewasa dalam memenuhi syahwatnya, menyasar anak-anak sebagai korbannya. Tak cukup sampai disana. Aktivitas bejat ini kemudian didokumentasikan serta diperjualbelikan kepada manusia-manusia berotak mesum.
Bareskrim Polri menangkap sebanyak 58 tersangka terkait kasus tindak pidana pornografi anak. Penangkapan ini berlangsung selama kurun waktu 6 bulan. Pihak Bareskrim juga telah mengajukan pemblokir situs atau web pornografi online, dengan jumlah mencapai 15.659 situs. Sementara penangkapan lainnya dilakukan terhadap pelaku yang mengelola situs pornografi di sosial media. Ia mencari talent serta beradegan asusila dengan anak di bawah umur dan merekamnya menjadi sebuah konten video asusila, lalu disebarkan melalui media sosial group telegram yang dibuatnya (sindonews 13/11/2024).
Akibat Sekularisme-Kapitalisme
Sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan telah menjadikan manusia-manusia berperilaku sesuai kehendaknya. Tanpa memikirkan bagaimana pandangan agama. Sekalipun dorongan ketertarikan terhadap lawan jenis adalah fitrah, namun pemenuhannya haruslah sesuai dengan ketentuan dari Al-Khaliq atau Pencipta manusia. Tidak ada rasa takut pada penciptanya. Seolah lupa bahwa ada konsekuensi dari Al-Khaliq atas setiap perbuatan manusia.
Kapitalisme telah menjadikan orang-orang melakukan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Tidak peduli halal-haram, asal mendatangkan kesenangan dan keuntungan maka apapun menjadi boleh dilakukan. Selama ada permintaan, maka apapun bisa diperjualbelikan. Maka tak heran bisnis pornografi anak kian marak.
Lingkungan Masyarakat pun sudah terpengaruh pemahaman kapitalisme. Kebahagiaan dan kesuksesan diukur dengan pencapaian materi yang berhasil diraih. Sosial media menyajikan konten-konten flexing harta yang tak jelas sumbernya. Sehingga mendorong orang-orang untuk lebih memilih cara yang lebih instan dalam menghasilkan uang.
Selain itu, sosial media juga kerap menjadi ruang berekspresi dan eksistensi diri dengan konten-konten yang memuat pornografi dan pornoaksi. Bukan hal yang tidak mungkin, tindakan asusila terjadi akibat dari menonton konten-konten pornografi.
Lapangan kerja yang sempit, kebutuhan hidup yang semakin mahal, semakin menjadikan hidup semakin sulit. Ini semua akibat kelalaian negara dalam mengurus kepentingan rakyatnya.
Penegakan hukum yang lemah juga menjadi salah satu faktor maraknya tindakan asusila. Pelaku kejahatan asusila hanya diberikan hukuman kurungan penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Masyarakat memiliki kepercayaan yang rendah terhadap penegakan hukum yang berlaku saat ini. Dalam kehidupan kapitalisme, bukan hal yang tidak mungkin jika akhirnya hukum bisa diperjualbelikan.
Tindakan pencegahan semestinya bisa dilakukan melalui sistem pendidikan. Sistem pendidikan semestinya mampu melahirkan sosok-sosok yang bertakwa. Sayangnya dalam sistem saat ini, pendidikan hanya dijadikan tangga untuk meraih pencapaian materi. Kurikulum yang ditetapkan negara jauh dari ajaran Islam. Sehingga lahirlah orang-orang yang hanya peduli pada kebahagiaan dunia dan kesuksesan yang disandarkan pada materi.
Islam Solusi Tuntas Pornografi Anak
Dalam sistem Islam, negara merupakan perisai (junnah) bagi rakyatnya. Setiap pemimpin yang lahir dalam sistem Islam memiliki kesadaran yang kuat bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt kelak. Sehingga akan sungguh-sungguh dalam melindungi dan mengurus kepentingan rakyatnya. Termasuk dalam menangani prostitusi anak.
Untuk menangani prostitusi anak perlu dilakukan upaya pencegahan (represif) dan penegakan hukum yang tegas (kuratif).
Untuk mencegah seseorang terjerumus dalam kemaksiatan, ia harus memiliki ketakwaan kepada Allah swt. Ketakwaan ini terbentuk sejak dini dari pola asuh orang tua yang mendidik anak-anaknya dengan landasan akidah Islam. Selain orang tua, keimanan dan ketakwaan juga terbentuk di sekolah. Negara menerapkan kurikulum berdasarkan landasan akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah mencetak generasi yang bertakwa, memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan ketakwaan yang dimiliki, maka setiap individu memiliki dorongan untuk taat kepada Allah swt dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
Upaya preventif juga hadir dari masyarakat yaitu dengan menjalankan perintah Allah swt yaitu amar makruf nahi mungkar. Masyarakat akan melakukan dakwah atau muhasabah bila ada umat Islam yang tidak menjalankan syariat dengan benar atau melakukan kemaksiatan. Masyarakat yang bertakwa akan menyandarkan standar kehidupannya hanya pada Islam. Tidak akan ada penilaian kesuksesan dan kebahagiaan berdasarkan materi seperti halnya yang terjadi dalam masyarakat kapitalis.
Negara juga menerapkan sistem pergaulan Islam sebagai upaya preventif. Laki-laki dan perempuan di kehidupan umum diatur terpisah. Boleh berinteraksi sesuai dengan ketentuan hukum syara. Laki-laki menundukkan pandangan, wanita menutup aurat sesuai ketentuan hukum syara.
Negara memiliki peran yang lebih besar dalam memberantas pornografi dan melindungi anak-anak. Upaya pencegahan dilakukan dengan menetapkan kurikulum yang menggunakan Islam sebagai landasannya. Negara juga berkewajiban memperhatikan mata pencaharian setiap individu rakyatnya. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, membekali keterampilan, memberikan dukungan fasilitas sarana dan prasarana bahkan modal agar setiap kepala keluarga bisa melaksanakan kewajibannya mencari nafkah. Hingga tidak ada celah alasan untuk memilih pekerjaan yang tidak halal.
Negara memiliki otoritas dalam mengendalikan media. Tidak cukup dengan melakukan pemblokiran situs-situs, tapi juga dengan melakukan filter dalam setiap media maupun sosial media agar tidak ada konten-konten yang memuat pornografi dan pornoaksi. Negara menerapkan sistem pergaulan Islam dengan memisahkan laki-laki dan perempuan di area umum. Sehingga baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terjaga interaksinya. Menutup setiap celah yang bisa menjadi sumber kemaksiatan.
Sistem persanksian Islam akan ditegakkan sebagai untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan. Hukuman bagi pelaku kejahatan Asusila (zina) misalnya, akan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Pelaku akan diberi hukuman rajam sampai mati bila ia merupakan laki-laki yang sudah pernah menikah. Sementara bagi Pelaku yang belum menikah (ghair muhsan) adalah cambuk 100 kali.
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (an-Nur[24]:2)
Sedangkan dasar hukum rajam bersumber dari sunnah.
“Lelaki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah keduanya sebagai balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.” ( HR Ibnu Mâjah kitab al-Hudûd Bab ar-Rajmu dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah)
Sanksi yang diberikan kepada pelaku zina dilakukan di ruang terbuka dan disaksikan masyarakat luas. Hal ini akan memberikan efek jera pada pelaku dan mencegah bagi yang lain.
Demikianlah Islam, ketika diterapkan pada level individu, masyarakat dan negara akan mampu memberantas pelaku kejahatan Asusila. Hanya dengan menerapkan Islam, perlindungan terhadap anak akan hadir. Karena sejatinya, hanya hukum Allah swt yang akan melindungi hidup manusia. Umat butuh pemimpin yang bisa mengurusi dan melindungi rakyatnya. Rakyat sudah rindu dengan kepemimpinan Islam. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google