Dar Ifta Al Mishriyah, lembaga fatwa tertinggi di Mesir belum lama ini mempublikasikan hasil kajian terbarunya mengenai masalah poligami, sebuah hasil kajian yang boleh jadi bisa membuat merah telinga kaum feminis dan penganut Barat.
Dalam pernyataannya Dar Ifta menyebutkan bahwa poligami disepakati kebolehannya oleh tiga agama samawi. yaitu Islam, Kristen dan Yahudi. Disamping itu, lembaga ini mengecam keras Barat dan para pengekornya di Timur yang menentang bolehnya berpoligami, Dar ifta menilai, bahwa mereka tidak memiliki dalil.
Poligami dalam Islam, merespon poligami yang telah diterapkan oleh bangsa Arab, Yahudi ataupun Romawi. Ini tercermin dalam hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan Ghailan bin Salma At Tsaqafi yang beristri sepuluh untuk menceraikan 6 darinya, ketika ia memeluk Islam.
Menurut Dar Al Ifta, poligami dalam Islam adalah sebuah rukhsah dan bukan tujuan utama, karena memang dalam Al-Quran tidak ada perintah secara spesifik untuk berpoligami, kecuali dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Dar Ifta dalam tulisannya yang bertajuk Al Mar’ah Al Muslimah Al Muashirah ma’a Tahadhiyat Ashr Al Madiyah (Wanita Muslimah Zaman Ini dan Serangan Zaman Materialisme) menyatakan keherannya terhadap oriantalis Barat berserta para pengekor mereka dari Timur, yang menyerang rukhsah poligami, tapi tidak berkomentar sama sekali terhadap fenomena pelacuran, sex bebas, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan yang marak terjadi.
Dar Ifta dalam tulisannya yang bertajuk Al Mar’ah Al Muslimah Al Muashirah ma’a Tahadhiyat Ashr Al Madiyah (Wanita Muslimah Zaman Ini dan Serangan Zaman Materialisme) menyatakan keherannya terhadap oriantalis Barat berserta para pengekor mereka dari Timur, yang menyerang rukhsah poligami, tapi tidak berkomentar sama sekali terhadap fenomena pelacuran, sex bebas, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan yang marak terjadi.
Barat Perlu Melirik Poligami
Dar Ifta juga mengecam keras Barat yang menjadikan wanita sebagai ”komoditi seksual” dan menolak poligami yang jelas syaratnya, bahkan bagi barat tidak ada batasan sama sekali jumlah wanita yang “dipoligami”. Disamping menolak poligami, Barat malah mempromosikan “poligami tanpa aturan” itu, seperti perselingkuhan, prostitusi, atau pergaulan bebas yang tidak ada ikatan resmi, hingga wanita bisa dicampakkan begitu saja dari kehidupan si lelaki dan ini juga yang menyebabkan berjangkitnya penyakit menular seksual serta meningginya kasus aborsi.
Dar Ifta memberi contah kasus yang terjadi di Amerika. Pada tahun 1980 saja di negeri itu tercatat 1.553.000 kasus aborsi, 30 % nya dilakukan oleh wanita di bawah umur 20 tahun. Ini yang tercatat resmi, menurut petugas, dalam realita, kasus yang terjadi sebenarnya 3 kali lipat dari hasil sensus. Data tahun 1979 juga menunjukkan bahwa 74% kaum miskin dari manula adalah wanita, 85% mereka hidup sendiri tanpa ada yang memberi nafkah. Dan dari tahun 1980 hingga 1990 hampir satu juta wanita Amerika menjadi pelacur.
Menurut Dar Ifta, permasalah ini bisa selesai bila Barat melirik poligami yang jelas syarat-syarat dan kensekwensinya sebagai sebuah solusi. (dbs)