Mesir menahan orang setelah menyunat seorang wanita.
Seorang lelaki Mesir telah di hukum karena menyunat seorang gadis kecil secara ilegal pada Rabu (12/8). Menjadikannya sebagai orang pertama yang berhadapan dengan hukum sejak Cairo menerapkan kejahatan bagi praktek kontroversial penyunatan alat kelamin wanita, atau FGM.
Ahmad Gad Al-Karim (69), telah dihukum karena menyebabkan seorang anak perempuan sebelas tahun terluka. Pihak kepolisian sendiri diberi tahu oleh sebuah rumah sakit setempat ketika gadis kecil tersebut dibawa dalam keadaan menderita pendarahan hebat sewaktu dia disunat.
Pemerintahan tertingi di Minya, Mesir, 600 kilometer Selatan Cairo, mengatakan bahwa ibu gadis cilik itu memberi 150 pounds Mesir kepada Karim untuk menyunat putrinya yang sekarang masih dalam kondisi kritis.
Karim mengatakan, dia melakukan operasi tersebut di rumah sang gadis dan mengatakan dia telah menggunakan pisau bedah.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), diperkirakan seratus sampai seratus empat puluh juta wanita di seluruh dunia sekarang ini hidup dengan konsekwensi FGM, yang dunia internasional menyebutnya sebagai pelanggaran HAM.
Tahanan Pertama.
Karim merupakan orang pertama yang di tahan sejak Mesir mengeluarkan perundangan nomer 126 di tahun 2008 yang menyangkut kejahatan FGM karena menyebabkan derita fisik dan psikologis pada korban.
Pada tahun 2008, undang-undang tersebut telah di protes oleh Persaudaraan Independent Muslim (MPs), yang berpendapat bahwa sunat bagi wanita adalah bagian dari hukum syariah karena itu di melindungi kesucian wanita.
Tetapi Daar Al iIftaa, institusi pemerintah yang mengeluarkan fatwa tentang masalah-masalah keagamaan sekarang ini, memutuskan bahwa sunat bukan bagian dari islam dan ini hanyalah sebuah praktek tradisi.
"Pemerintah Mesir ingin melindungi anak-anak Mesir dan memberikan sebuah lingkungan yang sehat," kata penuntut umum dalam sebuah statetmen yang di bagikan kepada wartawan.
"Meskipun hukum baru tentang kejahatan sunat bagi wanita telah di tetapkan, anak perempuan di daerah pedesaan Mesir masih menjalankan praktek ini," simpulnya. (aa/alarabiya)