View Full Version
Selasa, 13 Oct 2009

Pasukan Keamanan Serbu Madrasah di Thailand Selatan

Pasukan keamanan berkekuatan 200 orang menyerbu madrasah untuk mencari puluhan pelajar dan guru berkaitan dengan bahan bom di wilayah bergolak Thailand selatan pada Senin, kata pejabat tentara.

Sekitar 200 anggota angkatan bersenjata melakukan penggeledahan di daerah Bacho di propinsi Narathiwat pada Senin dinihari sebelum menahan satu guru, kata kapten angkatan laut Naruemit Suksmitti, yang terlibat dalam gerakan itu.

"Empatpuluh delapan siswa dan satu guru digelandang untuk bahan bom," katanya.

"Petugas menahan guru itu sesudah menemukan bahan bom padanya. Buku tentang bom jibaku juga ditemukan di rumahnya. Para siswa itu dibebaskan," tambahnya.

Propinsi berpenduduk sebagian besar suku Melayu di selatan --Narathiwat, Pattani, Yala dan beberapa bagian Songkhla-- sejak Januari 2004 dilanda perlawanan berdarah pimpinan pejuang Melayu bayang-bayang, yang tidak pernah mengumumkan tujuan mereka.

Mereka sering menyerang dengan penembakan dan pemboman.

Pada Selasa lalu, serangan senjata, granat dan bom mobil kuat di dua rumahmakan dan satu hotel di kota perbatasan Narathiwat menewaskan lima orang dan melukai lebih dari 35 lagi.

Lebih dari 3.900 orang tewas dalam lima tahun belakangan di daerah itu, yang merupakan kesultanan mandiri Melayu sampai 1902.

Wilayah itu kemudian dicaplok Thailand, yang berpenduduk sebagian besar suku Siam, memicu berdasawarsa ketegangan.

Laporan dari kelompok pemikir International Crisis Group pada awal tahun ini menyatakan pejuang Thailand selatan membibit dan menggarangkan pemuda Melayu dari madrasah.

Lebih dari 30.000 tentara ditempatkan di wilayah selatan itu, tidak melakukan gerakan untuk menghancurkan gerilyawan bayangan tersebut sampai gerakan Senin tersebut.


Guru sering menjadi sasaran di wilayah itu, karena dianggap gerilyawan Melayu sebagai bagian dari usaha pemerintah pusat di Bangkok untuk menerapkan kebudayaan Siam.

Wilayah berbatasan dengan Malaysia itu hanya beberapa jam dengan mobil dari beberapa pantai Thailand, yang terkenal di kalangan wisatawan.

Kekerasan meningkat saat suku Melayu berjuang mendapatkan swatantra dari Thailand.

Sebagian besar penduduk Melayu setempat menentang kehadiran puluhribuan polisi, tentara dan pengawal Siam bersenjata milik negara di wilayah kaya karet itu.

Pejuang Melayu berjuang melawan pemerintah pada 1970-an dan 1980-an, namun berhenti dengan pengampunan bagi pejuang.

Tidak satu pun kelompok menyatakan bertanggungjawab atas setiap serangan itu.

Pejuang Melayu bayang-bayang, yang belum pernah mengumumkan tujuan mereka, menyasar warga Melayu dan Siam, baik penduduk maupun anggota pasukan keamanan, termasuk relawan pertahanan.

Relawan pertahanan dilatih dan dipersenjatai oleh negara untuk melindungi penduduk dari pejuang.

Mereka biasa menyerang dengan senapan dan bom, tapi juga menggunakan cara mengerikan, seperti, pengayauan dan penyaliban.

Kekerasan meningkat selama bulan puasa Ramadan tahun ini di propinsi bergolak Thailand selatan itu, tapi serangan turun secara singkat selama liburan Idul Fitri.

Wakil perdana menteri Thailand, Suthep Thaugsuban, ke Yala pada Senin bersama pemimpin tentara Anupong Paochinda untuk menyampaikan rencana pemerintah membangun wilayah selatan itu.

Kelompok bersenjata membunuh tiga warga Melayu dalam serangan terpisah di daerah bergolak Thailand selatan, kata polisi setempat pada Senin.

[voa-islam/EBaru]


latestnews

View Full Version