KAIRO (voa-islam.com): Pengadilan Mesir telah melaksanakan hukuman mati dengan "frekuensi mengkhawatirkan", sebagai upaya negara membendung tingkat kejahatan yang semakin meningkat.
Lebih dari 269 orang telah dikenai hukuman mati pada tahun 2009, naik dari 86 orang ditahun sebelumnya. Kelompok hak asasi manusia mengatakan pengadilan tampaknya bertindak di bawah tekanan pemerintah untuk mengirim pesan yang kuat kepada publik.
"Kami tidak melihat hal seperti ini selama lebih dari 200 tahun," kata Nasser Amin, direktur Pusat Kairo untuk Independensi Peradilan dan Hukum Profesi yang berbasis di Arab. "Angka-angka yang memprihatinkan, dalam satu kasus tahun lalu 24 orang dijatuhi hukuman gantung, dan hakim lain menjatuhkan 10 hukuman mati.."
Mesir telah memperluas aplikasi hukuman mati sejak Presiden Hosni Mubarak menjabat pada tahun 1981. Sebelumnya, hukuman mati terbatas pada pembunuhan berencana dan kejahatan terhadap negara, sekarang jumlah kejahatan dengan hukuman mati lebih dari 40 dan termasuk perdagangan narkoba, pemerkosaan dan pembakaran.
"Selama 20 tahun terakhir, setiap kali rezim ini menghadapi masalah, terutama yang sosial, ia mencoba menyelesaikannya dengan dihukum mati," kata Amin. "Seorang anggota parlemen baru-baru ini mengusulkan eksekusi dilakukan di depan publik di Tahrir Square (di pusat kota Kairo)."
Sebuah laporan yang dirilis minggu lalu oleh Dewan Nasional untuk Layanan dan Pembangunan Sosial menyebutkan tentang pertumbuhan penduduk, pengangguran tinggi, upah rendah, dan rusaknya kehidupan keluarga sebagai pemicu utama terjadinya kejahatan. Dikatakan korupsi yang meluas dan kurangnya iman dalam sistem hukum negara telah mendorong banyak orang untuk mengambil hak-hak mereka secara paksa.
"Masyarakat menderita putus asa dan frustrasi yang mengarah untuk melakukan kekerasan," kata laporan itu.
"Ini pencegahan, terutama dalam kasus-kasus pembunuhan," kata Mufid Shehab, menteri negara untuk urusan hukum dan parlemen, dalam rapar legislatif baru-baru ini. "Hukuman dilakukan dengan jaminan penuh dari pengadilan yang adil atas beberapa tahapan, dan hukuman tidak dilaksanakan sampai sang mufti telah menimbang dalam kasus ini."
Hukum Mesir mengharuskan Grand Mufti harus berkonsultasi untuk setiap hukuman. Otoritas keagamaan negara yang ditunjuk harus menentukan apakah hukuman bertentangan dengan Syariah (hukum Islam), yang di Islam hukuman mati hanya ada dalam empat kasus: pembunuhan berencana, perampokan bersenjata, perzinahan dan kemurtadan.
Pendapat mufti pun tidak mengikat dan Presiden Mubarak lah yang memiliki kuasa untuk mengampuni atau meneruskan hukuman.
Bulan Juni lalu hakim hukuman mati dijatuhkan kepada 24 terdakwa yang terlibat dalam bentrokan yang meletus akibat sengketa tanah di Wadi Natroun, utara Kairo. Sebelas orang tewas dalam baku tembak yang berlangsung selama 48 jam tersebut.
"Lebih banyak orang yang dijatuhi hukuman mati oleh hakim daripada yang tewas dalam baku tembak tersebut," kata Hafez Abu Seada, ketua Organisasi Mesir untuk Hak Asasi Manusia (EOHR). "Ini benar-benar putusan yang salah, sebab mereka tewas dalam baku tembak satu sama lain ini pembunuhan yang tidak direncanakan.."
Abu Seada juga prihatin dengan tingginya tingkat korupsi dan kelalaian di kepolisian dan sistem peradilan Mesir, yang meningkatkan risiko mengeksekusi orang yang tidak bersalah. Dia mengutip beberapa kasus baru-baru ini di mana hal ini diyakini telah terjadi.
Negad El-Borai, seorang pengacara hak asasi manusia mengatakan, pengalaman Mesir telah membuktikan bahwa hukuman mati adalah alat pencegah efektif untuk kejahatan.
"Pemerintah telah menerapkan hukuman mati untuk pelanggaran obat terlarang selama lebih dari 20 tahun, tetapi sebenarnya volume dari pengedaran ganja (trafiking) saat ini malah lebih tinggi dari sebelumnya," katanya. "Anda tidak bisa menghentikan kejahatan dengan menggunakan hukuman mati atau hukuman penjara jangka panjang Jika Anda ingin menyelesaikan masalah ini Anda harus pergi ke akar masalahnya."
[za/meo]