ARAKAN STATE (voa-islam.com) – Ketika berkuasa, rezim junta militer Myanmar (Burma) bersikap sangat represif terhadap Muslim Rohingya. Tapi di musim pemilu, mereka merayu Muslim Rohingnya dengan janji-janji agar dipilih dalam pemilu.
Pemilu, di manapun di dunia ini, merupakan saat yang tepat bagi partai atau para kandidat untuk menebar pesona. Mereka berusaha menarik dukungan dengan janji-janji manis dalam segala hal yang kadang belum tentu atau bahkan mungkin tidak pernah mereka laksanakan setelahnya.
Hal seperti ini terjadi di negara manapun, dari partai apapun dan dari kandidat siapapun, termasuk juga di negara Myanmar yang saat ini bersiap menghadapi pemilu.
Pemerintah junta militer Myanmar (Burma), rezim penguasa yang sejak puluhan tahun lalu bersikap sangat represif terhadap Muslim Rohingya, kini mulai sedikit berbaik hati. Mereka mendekati para pemilih Muslim dengan memberikan iming-iming bantuan dan janji-janji manis yang akan mereka dapatkan seandainya orang-orang Muslim Rohingya mendukung mereka.
Melalui Solidaritas Persatuan dan Asosiasi Pembangunan (USDA) dan Partai Persatuan Nasional (NUP) Rezim militer Myanmar (Burma) saat ini mencari dukungan Muslim Rohingya dengan menawarkan insentif dikota Buthidaung dan di negara bagian barat laut Arakan.
Koordinator Proyek Arakan, Chris Lewa berbicara kepada The Irrawaddy pada hari Rabu (21/04) mengatakan, "Presiden Pembangunan Perdamaian Kotta (TPDC) di Kota Maungdaw untuk pertama kalinya, menghadiri pertemuan dari para pemimpin madrasah (sekolah agama) Muslim Rohingya pada hari Senin di Alel Kyaw Than di Negara Arakan utara untuk mengumpulkan dana bagi sekolah.
..Pemerintah junta militer Myanmar (Burma) yang sangat represif terhadap Muslim Rohingya, kini mendekati para pemilih Muslim dengan iming-iming bantuan asal Muslim Rohingya mendukung mereka…
"Ketua TPDC menawarkan bantuan 400.000 kyat (US $ 400) kepada komite madrasah dan 450 sorban bagi siswa," kata Lewa. "Ini adalah pertama kalinya saya pernah mendengar tentang TPDC membuat sumbangan ke masjid di negara bagian Arakan."
USDA dan NUP mulai berkampanye di negara bagian Arakan sekitar dua bulan lalu.
Tun Tun, seorang Arakanese yang tinggal di perbatasan Bangladesh, mengatakan NUP telah menargetkan kota Buthidaung utara dan selatan. Di kawasan itu, sekitar 40 anggota NUP dari Buthidaung telah berusaha menarik dukungan dari desa ke desa, menawarkan penduduk berpendapatan rendah 2.000 kyat ($ 2), beras dan pakaian. Mereka juga mengatakan pada penduduk mereka akan menyediakan kartu identitas sementara (ID) yang akan memungkinkan mereka untuk memilih dan untuk bepergian bebas di negara bagian Arakan.
Dia mengatakan bahwa para pejabat otoritas perbatasan bekerja sama dengan anggota kampanye untuk menyediakan kartu ID.
Sumber di daerah tersebut juga mengatakan bahwa pihak berwenang Myanmar (Burma) telah membawa pengusaha muslim terkenal dari Rangoon dan Buthidaung untuk memobilisasi dukungan Muslim Rohingya untuk NUP, sebuah partai yang terbentuk dari bekas Partai Program Sosialis Myanmar yang dipimpin oleh mantan diktator Jenderal Ne Win.
Muslim Rohingya adalah kelompok etnis terbesar kedua di negara bagian Arakan, setelah Arakanese. Rohingya merupakan mayoritas di kota Maungdaw, Buthidaung dan Rathedaung di bagian utara negara tersebut. Mereka berjumlah hampir 30 persen dari 2,75 juta populasi negara bagian tersebut.
..Mereka diperlakuan sangat represif oleh rezim militer Myanmar: dilarang memiliki tanah dan dilarang menjalankan kewajiban sebagai seorang yang beragama Islam...
Tin Soe, editor Kaladan News Network dengan berbasis Bangladesh, mengatakan NUP dan USDA membahas penerbitan kartu Identitas untuk Muslim Rohingya setelah kunjungan Perdana Menteri Thein Sein dan Deputi Perdana Menteri Dalam Negeri Brigadir Jenderal Phone Swe ke negara Bagian Arakan pada bulan Maret.
"Saya percaya bahwa mereka hanya menggunakan orang-orang Muslim untuk memperoleh suara dalam pemilu," katanya. "Saya belum melihat kartu ID yang dikeluarkan kepada masyarakat. Mereka hanya berbicara tentang hal itu tanpa ada realisasi" Dia mengatakan bahwa anggota USDA juga berbicara tentang perbaikan atau membangun masjid lokal yang baru..
Pada tahun 2008, Muslim Rohingya diizinkan untuk memilih dalam referendum konstitusi jika mereka memegang kartu ID sementara.
Sejak tahun 1982 Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar walaupun banyak dari mereka lahir di negeri tersebut dan telah tinggal di Negara barat laut Arakan sepanjang hidupnya. Mereka menghadapi perlakuan sangat represif dari rezim militer Myanmar, dilarang untuk memiliki tanah dan harus mendapat izin dari pemerintah rezim militer untuk menikah dan melakukan perjalanan keluar Arakan. Mereka juga dilarang mempraktikkan keyakinan mereka sebagai orang yang beragama Islam dan tidak diberi akses untuk mendapat pendidikan umum atau layanan kesehatan.
Mereka secara teratur diganggu dan diusir dari rumah mereka dan sering dipaksa bekerja sebagai budak pekerja bagi militer Burma. Tidak mengherankan, ratusan ribu dari mereka telah mengungsi untuk menghindari tindakan keras terhadap mereka.
Namun kini di saat pemilu akan berlangsung, tanpa rasa malu rezim militer mengemis dukungan kepada Muslim Rohingya dengan mengobral janji-janji manis, agar mereka mendukung kembali rezim militer yang ingin terus berkuasa memerintah Myanmar. [aa/irrawaddy]