View Full Version
Sabtu, 17 Jul 2010

Larangan Burqa, Simbol Pura-pura Rasa Takut Terhadap Islam

Penulis : Mohammad Ayoob

Voa-Islam.com - Majelis Nasional Perancis baru saja melakukan kebaikan besar bagi elemen-elemen anti barat di dunia Islam yang sedang berkembang. Dengan memilih untuk melarang burqa di tempat umum - suatu langkah yang membawa RUU tersebut lebih dekat untuk menjadi hukum - larangan burqa telah berubah dari iritasi sosial kecil bagi sebagian masyarakat Perancis menjadi isu politik utama. Dengan demikian, larangan ini merupakan pemberian umpan kebencian keseluruh dunia Islam terhadap Barat yang hampir setara dengan pendudukan Israel di wilayah Palestina dan invasi ke Irak.

Tindakan ini dilihat di seluruh dunia Muslim sebagai provokasi yang disengaja dan bisa mendatangkan respon yang sama provokatif. Hal ini juga dilihat sebagai sinyal jelas bahwa sebagian besar orang Prancis dan sebagian besar orang Eropa memang percaya bahwa beberapa aturan sosial Islam, bahkan jika itu dilakukan hanya oleh elemen sangat kecil dari perempuan Muslim, seperti dalam kasus  burqa ini, dianggap tidak sesuai dengan "nilai-nilai" Eropa.

Hal ini juga membuat advokasi hak asasi manusia Eropa, khususnya hak-hak perempuan, menyatakan dengan itu jelas bahwa dalam hal ini pelarangan tersebut digunakan dalam pelayanan dari rasisme. Singkatnya, pelarangan itu melahirkan "benturan peradaban" tesis yang disebarkan oleh orang-orang seperti sarjana Islam Bernard Lewis dan ilmuwan politik Samuel Huntington di satu sisi dan Osama bin Laden dan Ayman al-Zawahiri di sisi lain.

Nilai simbolis dari pelarangan kerudung di Prancis dan upaya yang terkait untuk melakukannya di Belgia, Spanyol, Italia dan di tempat lain di Eropa jauh melampaui dampak langsung dari undang-undang tersebut pada kehidupan minoritas perempuan muslim yang sangat kecil di Eropa yang memilih untuk menutupi wajah mereka di depan umum.

..sebagian besar orang Prancis dan sebagian besar orang Eropa memang percaya bahwa beberapa aturan sosial Islam, bahkan jika itu dilakukan hanya oleh elemen sangat kecil dari perempuan Muslim, seperti dalam kasus  burqa ini, dianggap tidak sesuai dengan "nilai-nilai" Eropa.

Pelarangan ini muncul pada saat kebencian Eropa meningkat terhadap imigran Muslim di tengah-tengah mereka, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan popularitas partai sayap kanan anti-imigran di negara-negara seperti Belanda dan Austria.

Hal ini juga datang dalam konteks meningkatnya resistensi, terutama oleh Jerman dan Perancis, terhadap keanggotaan Turki di Uni Eropa. karena Turki merupakan negara yang mayoritas penduduknya Muslim.

Sebelum usulan pelarangan Perancis, ketakutan Eropa terhadap "kontaminasi Islam" ditandai tidak lebih dengan manghambat kemajuan penempatan Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa, terutama ketika itu kontras dengan penggabungan ke Uni Eropa bekas negara-negara pecahan Sovyet dengan tradisi demokratis yang dipertanyakan dan ekonomi yang rapuh (dibanding Turki-Red). Bagi umat Islam yang paling sadar politik, larangan kerudung dan lambatnya perkembangan tawaran Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa, telah bergabung ke dalam satu layar raksasa dari kefanatikan Eropa.

Sekarang jelas bahwa banyak, jika tidak ingin dibilang kebanyakan, elit Eropa, terutama kepemimpinan di Perancis dan Jerman, terlibat - meskipun mereka menyatakan sekuler - dalam melindungi "Kristen" dari kedua musuh, dari luar (Turki) dan musuh dalam ( imigran Muslim). Segala sesuatu yang lain, termasuk berbicara tentang hak-hak perempuan Muslim, hanya retorika yang tak seorang pun di dunia Islam menanggappinya secara serius.

..banyak, jika tidak ingin dibilang kebanyakan, elit Eropa, terutama kepemimpinan di Perancis dan Jerman, terlibat - meskipun mereka menyatakan sekuler - dalam melindungi "Kristen" dari kedua musuh, dari luar (Turki) dan musuh dalam ( imigran Muslim). Segala sesuatu yang lain, termasuk berbicara tentang hak-hak perempuan Muslim, hanya retorika yang tak seorang pun di dunia Islam menanggappinya secara serius.

Saya ingin menambahkan untuk diskusi ini sebuah tulisan surat kabar dalam kata-kata hukum filsuf terkenal Martha Nussbaum. Menurut Nussbaum, argumen yang menonjol dalam mendukung pelarangan jilbab atau burqa adalah bahwa burqa "melambangkan objektifikasi perempuan (bahwa mereka dipandang sebagai obyek belaka)."

Kelemahan mencolok dalam argumen ini adalah bahwa masyarakat diliputi dengan simbol supremasi laki-laki yang memperlakukan perempuan sebagai objek. Majalah Sex, foto bugil, celana jins ketat - semua produk ini, yang dapat dibantah, memperlakukan wanita sebagai obyek, sebagaimana dilakukan begitu banyak aspek-aspek dari budaya media kita. Dan bagaimana dengan operasi plastik? ... Apakah ini tidak banyak dilakukan oleh banyak wanita untuk menyesuaikan diri dengan norma laki-laki tentang wanita cantik yang melemparkan perempuan sebagai objek seks? Para pendukung larangan-burqa tidak mengusulkan untuk melarang semua praktek-praktek realitas tersebut. "

Jawaban yang jelas untuk pertanyaan retoris Nussbaum adalah bahwa tidak satupun dari praktek yang terakhir, yang ia masukkan daftar tersebut, yang dikaitkan dengan Islam. Sasaran dari larangan cadar bukan objektifikasi perempuan dan dominasi laki-laki, ini merupakan produk dari rasa takut yang irasional tapi mendalam terhadap Islam dan umat Islam di Eropa: Umat Muslim akan datang, oleh karena itu, larang kerudung dan cegah Turki masuk Uni Eropa. (cnn)

Catatan : Muhammad Ayoob adalah Professor Hubungan Internasional Ternama dan Koordinator Program Studi Islam di Michigan State University. Dia adalah penulis, yang terakhir berjudul,  The Many Faces of Political Islam: Religion and Politics in the Muslim World (University of Michigan Press, 2008)


latestnews

View Full Version