ISLAMABAD (voa-islam.com): Korban banjir dasyat di Pakistan yang terjadi baru-baru ini, kini mendambakan pangan dan obat-obatan. Bantuan pemerintah tidak mencapai banyak tempat. Di sanalah kelompok aktivis muslim aktif memberi bantuan medis dan pangan. Seperti halnya di Layyah, sekitar tujuh jam naik mobil dari ibukota Islamabad.
Dini hari empat laki-laki sibuk mencuci beras. Tidak lama kemudian tiba Qari Atta ur Rehman. Ia memimpin organisasi bantuan Falah Insaniat Foundation. Rekan-rekannya menyiapkan beberapa meja dengan obat-obatan. Layanan medis dibuka.
Sejak hari pertama
Mereka juga mendirikan tenda pangan. Di sini staf membantu korban bencana banjir. Tidak jauh dari situ ada sebuah tenda medis milik pemerintah. Selain itu hampir tidak ada bantuan lain. "Tim sukarelawan kami aktif di sini sejak hari pertama. Mereka melihat apa yang harus dilakukan. Setelah itu kami memilih tempat untuk mendirikan tenda-tenda ini," cerita Rehman.
Menjelang siang, tenda pangan penuh warga Pakistan. Semuanya laki-laki. Mereka harus tunggu sampai tenda penuh sesak. Mereka dibagi per kelompok, tiap kelompok isinya lima orang. Setelah semuanya duduk di atas tikar, salah satu staf mulai berbicara. "Dengan tangan mana Anda makan? Angkat tangannya," katanya sambil mengangkat tangan kanan. Beberapa laki-laki mengikuti contohnya. "Dengan tangan kanan," angguknya. "Dan apa yang Anda katakan jika mau makan? Bismillah, dengan nama Allah," katanya sementara para laki-laki lain turut bergumam.
Mereka kemudian memperoleh nasi. Setiap kelompok mulai makan dari panci besar, dengan tangan. Seorang pria lansia menceritakan bagaimana banjir menyapu rumahnya. Bersama keluarganya, ia berhasil lari. "Kami selamat dan datang ke sini," ujarnya. Ketika makanan mulai habis, tenda pun mulai kosong. Antrian baru orang lapar yang lainnya telah menunggu lagi.
Serangan Bombay
Regu bantuan ini bekerja untuk Jamaat-ud-Dawa, cabang organisasi Lashkar-e-Toiba untuk kegiatan amal, kata mantan perwira Talat Masood. "Pada umumnya Jamaat-ud-Dawa dan dua organisasi lain selalu berusaha membantu ketika peristiwa macam ini terjadi."
Lashkar-e-Toiba didirikan untuk melawan tentara India di Kashmir. Tapi kini organisasi tersebut dikait-kaitkan dengan Taliban dan serangan di Bombay, India, November 2008. Menurut Rehman, ia tidak berhubungan dengan Lashkar-e-Toiba, melainkan dengan Jamaat-ud-Dawa, cabang untuk kegiatan amal.
Qari Atta ur Rehman: "Itu donor utama kami. Mereka menyumbang truk penuh gula dan beras. Kami banyak mendapat bantuan orang lain, tapi terutama dari Jamaat-ud-Dawa."
Setelah selesai berdoa, Rehman dan timnya mengantar kotak-kotak besar berisi nasi kepada sekelompok orang yang berdiri di atas tanggul, menanti sampai air turun dan harta benda mereka muncul ke permukaan. Tanggul hanya bisa dicapai lewat perahu, karena jalan rusak tersapu air.
Nasihat
Juga di sini regu penolong memberi warga 'nasihat', sebelum akhirnya membagikan makanan.
Qari Atta ur Rehman: "Kami harus memohon maaf kepada Allah, karena kami memperlakukan sesama manusia dengan buruk. Kami telah menyakiti mereka. Kami tidak menghormati hak mereka. Karena itu kami ditimpa bencana ini."
Di depan antrian, seorang pria lansia tak sabar menanti hingga khotbah selesai. Bagi banyak orang senasib, ini satu-satunya makanan yang mereka peroleh hari ini.
"Kami sudah lama kenal kegiatan organisasi Lashkar-e-Taiba ini," kata salah seorang penghuni tanggul. "Menurut mereka penderitaan orang lain juga penderitaan mereka." Sukarelawan lain bergabung dengan organisasi ini karena kagum atas bantuan yang diberikan.
Mantan jenderal Masood pun melihat sukses kelompok ini dan kekurangan pemerintah. "Di mana ada sekolah baik, orang tidak perlu pergi ke madrassah. Hanya di kawasan terpencil, sekolah-sekolah itu tidak ada. Penduduk harus mencari tempat lain. Organisasi ini juga bertindak sebagai semacam tempat penampungan, membantu orang miskin. Hampir semua bantuan cuma-cuma." Jadi terdapat semacam persaingan antara pemerintah, kelompok aktivis muslim dan organisasi bantuan lain di kawasan banjir.
Sudah hampir tengah malam ketika Rehman bersama rekan-rekannya meninggalkan kawasan bencana dengan perahu. "Besok rekan-rekan saya kembali ke sini. Saya ke tempat berikutnya," katanya puas.
Jadi Lashkar e Toiba ini tidak hanya bisa berperang saja, tapi bantuan kemanusiaan pun mereka mampu lakukan. (za/rnw)