LIBYA (voa-islam.com) - Saif al-Islam Kadhafi, putra penguasa Libya yang saat ini diperangi, Muammar Kadhafi, mengatakan sudah saatnya untuk melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap pasukan anti-pemerintah ketika krisis memburuk di negara Afrika Utara tersebut.
Saif al-Islam mengatakan pada hari Kamis (10/03/2011) bahwa serangan yang tidak terbatas akan segera dilakukan karena tidak ada ruang untuk negosiasi lebih lanjut dengan kekuatan oposisi, menurut laporan Reuters.
Pada hari Kamis (10/03/2011), pesawat tempur Libya meluncurkan serangan kilat pada posisi pasukan revolusioner di kota pelabuhan minyak utara Ras Lanuf, mempertahankan serangan balasan terhadap pejuang oposisi dalam upaya untuk menahan gerak maju mereka menuju benteng Muammar Kadhafi di ibukota Tripoli.
Serangan kilat itu datang ketika militer Gaddafi telah membuat lebih banyak keunggulan penggunaan kekuatan udara untuk menyerang pengunjuk rasa.
..Saif al-Islam mengatakan pada hari Kamis (10/03/2011) bahwa serangan yang tidak terbatas akan segera dilakukan karena tidak ada ruang untuk negosiasi lebih lanjut dengan kekuatan oposisi..
Pasukan Libya yang setia kepada Kadhafi, Rabu (10/03/2011) menutup pasukan revolusioner di kota Zawiyah, terletak 50 kilometer barat Tripoli, dan mengepung mereka dengan tank dan penembak jitu di alun-alun utama.
Meningkatnya korban, ancaman kelaparan dan krisis pengungsi telah meningkatkan tekanan pemerintah asing untuk mengadopsi langkah yang tepat terhadap rezim Kadhafi. Inggris dan Perancis sedang mencari resolusi PBB untuk menerapkan zona larangan terbang di wilayah udara Libya untuk menghentikan angkatan udara Kadhafi meluncurkan serangan udara lebih lanjut terhadap pasukan anti-pemerintah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton telah menegaskan bahwa tindakan tersebut hanya harus diambil oleh PBB.
Pasukan anti-pemerintah Libya, terinspirasi oleh revolusi yang menggulingkan penguasa otoriter di negara tetangga Tunisia dan Mesir, sedang berjuang untuk mengusir Kadhafi turun dari kekuasaan setelah lebih dari 41 tahun memerintah secara lalim. (is/ptv)