YAMAN (voa-islam.com) - Kepala federasi suku paling kuat di Yaman pada Selasa (21/06/2011) dalam sebuah surat kepada Raja Saudi memperingatakan bahwa Yaman akan tercebur kedalam perang saudara jika Presiden Ali Abdullah Saleh diizinkan untuk kembali pulang ke Yaman.
Saleh saat ini berada di Arab Saudi, diman ia menerima perawatan karena luka serius dari sebuah ledakan awal bulan ini di kediamannya di ibukota Yaman yang menyebabkan dia menderita luka bakar parah dan potongan kayu menancap di dadanya.
Dalam pesannya kepada Raja Abdullah, Sadeq al-Ahmar, kepala suku paling berpengaruh yang merupakan salah satu sekutu Saleh sebelum beralih keberpihakan untuk bergabung dengan pihak oposisi, meminta kerajaan Saudi untuk mencegah Saleh kembali ke Yaman.
"Kedatangannya akan menyebarkan hasutan dan perang sipil," kata al-Ahmar, menurut seorang pembantu al-Ahmar. Arab Saudi merupakan pemain kunci di Yaman dan telah menekan Saleh pada masa lalu untuk menegosiasikan sebuah penyelesaian untuk kekacauan politik Yaman.
Selasa malam, al-Ahmar mengadakan pertemuan pertama dengan wakil presiden Abdur Rabi Mansour Hadi sejak kepergian Saleh, sebuah langkah yang mungkin menuju ke arah penyelesaian konflik. Mayor Jenderal Ali Mohsen al-Ahmar, seorang jenderal yang membelot ke oposisi dan mengerahkan unitnya untuk membela para pemrotes, ikut ambil bagian dalam pertemuan tersebut. Hadi merupakan pejabat pelaksana presiden. Dia berada dibawah tekanan untuk menyetujui sebuah pemerintahan baru yang secara efektif membekukan pemerintahan Saleh.
..Kedatangannya akan menyebarkan hasutan dan perang sipil..
Ajudan kepala suku mengatakan bahwa mereka mendiskusikan langkah-langkah untuk menerapkan gencatan senjata dan menarik pasukan dari jalan-jalan. Mereka juga membahas "cara yang mungkin untuk keluar dari krisis saat ini", menurut ajudan tersebut, yang berbicara dalam kondisi anomitas karena dia tidak memiliki wewenang untuk berbicara kepada para wartawan.
Ratusan ribu warga Yaman, terinspirasi oleh pemberontakan ditempat lain di Timur Tengah, telah melakukan protes setiap hari sejak akhir Januari, menuntut pemecatan Saleh yang telah memerintah selama 33 tahun. kampanye mereka sebagian besar berlangsung damai, namun perang pecah di Sana'a antara loyalis Saleh dan para pejuang pendukung al-Ahmar dari federasi suku terkuat Hasid, setelah pasukan pemerintah menyerang kediaman al-Ahmar.
Pertempuran itu semakin meruncing sejak Saleh berangkat ke Arab Saudi. Wakil Presiden Abdu Rabbi Mansour Hadi menjadi penjabat pelaksana presiden setelah kepergian Saleh.
Oposisi pada hari Selasa menuduh lingkaran dalam Saleh dan keluarganya menghalangi dialog pihak oposisi dengan Hadi.
"Putra Saleh tidak membantu dalam memecahkan masalah, dan mereka tidak membantu pejabat pelaksana presiden untuk melaksanakan kekuasaan konstitusionalnya," kata juru bicara oposisi Abdullah Oubal.
Partai oposisi Yaman telah berusaha untuk membujuk Hadi dan partai Saleh yang berkuasa untuk bergabung dengan mereka dalam kepemimpinan transisi yang secara efektif akan menurunkan Saleh, yang telah menolak tekanan yang besar di dalam dan di luar negeri untuk turun.
Putra presiden Saleh, Ahmed, yang mengkomandoi pasukan militer terlatih terbaik negara, Garda Republik, dan merupakan kekuatan utama untuk mempertahankan cengkeraman ayahnya pada kekuasaan, menentang diskusi tersebut.
Pembantu dekat dan penasihat Saleh, Abdul-Karim al-Iryani, tiba di Riyadh pada Selasa untuk melakukan pembicaraan dengan Saleh, yang meminta pertemuan itu. Seorang anggota terkemuka partai yang berkuasa yang berbicara dalam kondisi anomitas, mengomentari laporan bahwa Saleh dan al-Iryani sedang mendiskusikan transfer kekuasaan, mengatakan ia memperkirakan "keputusan sangat penting" akan keluar dari pertemuan tersebut.
Gejolak politik di Yaman sangat mengkahwatirkan Amerika Serikat yang menyebut bahwa kekosongan kekuasaan di negara Arab termiskin itu akan memberi kebebasan untuk merebut kekuasaan bagi cabang Al-Qaeda di Yaman, yang Washington percaya merupakan cabang jaringan pejuang Islam yang paling aktif. Saat ini, para pejuang Islam - beberapa dicurigai terkait dengan Al-Qaeda - telah menguasai setidaknya dua wilayah di provinsi selatan Abyan yang memberontak. (up/ap)