LIBYA (voa-islam.com) - Rezim Kolonel Muammar Kadhafi pada Selasa malam dituduh melanggar hukum perang karena menggunakan ranjau darat untuk melawan pasukan pemberontak di pegunungan Barat dekat Tunisia dan menanamnya pada area yang digunakan oleh warga sipil.
Pemantau Hak-hak Asasi Manusia mengatakan bahwa 150 ranjau buatan Brasil - yang sebagian besar terbuat dari plastik dan sulit untuk dideteksi dengan detektor logam - telah ditemukan di Pegunungan Nafusa.
Organisasi itu kini telah mengidentifikasi enam daerah di Libya dimana pasukan rezim Kadhafi telah menanam lima jenis ranjau darat.
Pegunungan Nafusa, yang terletak di sebelah selatan Tripoli, telah menjadi tempat para pemberontak mendapatkan kemenangan melawan pasukan pemerintah. Ladang ranjau tersebut diletakkan ketika pemberontak bergerak menuju ibukota.
Pemberontak mengatakan mereka telah menjinakkan sekitar 169 ranjau di daerah pegunungan Nufasa. "Ranjau darat anti-personil ini menjadi ancaman besar bagi warga sipil," kata Steve Goose, direktur cabang Human Rights Watch.
Ranjau T-AB-1 buatan Brasil yang sulit untuk dideteksi juga telah ditemukan di Misrata dimana pemerintah Inggris mendukung upaya oleh Palang Merah untuk membersihkan ratusan ranjau darat.
Pemerintahan Kolonel Muammar Kadhafi sendiri tidak pernah menandatangani Perjanjian Anti Ranjau Darat yang mencabut penggunaan dari ranjau darat, hukum internasional melarang penggunaan ranjau darat sembarangan yang kemudian akan membunuh atau melukai warga sipil.
Letnan Jenderal Charles Bouchard, komandan NATO di Libya, bulan lalu menuduh pasukan Kolonel Gaddafi menggunakan ranjau darat untuk mencegah pergerakan penduduk setempat. Hal itu, katanya, sebagai sebuah penggunaan kekuatan sembarangan.
Pasukan Kadhafi juga telah menyebar ranjau laut di pelabuhan Misrata hingga memaksa kapal perang NATO untuk campur tangan untuk menjinakkan senjata anti-kapal perang tersebut. (by/telegraph)