ALMATY, KAZAKHSTAN (voa-islam.com) - Sebuah kelompok Islam yang sebelumnya tidak diketahui telah mengancam mantan negara Soviet, Kazakhstan dengan kekerasan kecuali menghapus undang-undang baru yang melarang tempat shalat di gedung-gedung pemerintah di negara berpenduduk mayoritas Muslim di Asia Tengah, sebuah layanan pemantauan online yang berbasis di AS mengatakan.
Presiden Nursultan Nazarbayev, yang telah menjalankan negara kaya minyak Kazakhstan selama 20 tahun, bulan ini menandatangani undang-undang agama baru yang melarang tempat shalat di gedung-gedung pemerintah.
Pemimpin veteran dan pejabat senior Kazakhstan lain mengatakan undang-undang baru ini ditujukan untuk membasmi militansi Islam.
Kelompok intelijen SITE yang berbasis di AS mengatakan bahwa sebuah grup yang menamakan dirinya Jund Al-Khilafah (Tentara Khilafah) telah mengeluarkan sebuah video dengan subjudul Arab, tanggal 21 Oktober.
Dalam video itu, empat pejuang bertopeng dengan senjata mesin ringan dan sebuah peluncur granat terlihat berdiri di belakang seorang pejuang yang membaca sebuah pidato di mana ia menuntut pemerintah Kazakhstan menghapuskan hukum tersebut. Dia mengatakan hukum tersebut melarang shalat di lembaga-lembaga negara dan pemakaian jilbab.
"Selama Anda bersikeras pada posisi Anda maka kita akan dipaksa untuk bergerak melawan Anda," kata pejuang, yang wajahnya juga tertutup oleh syal.
"Ketahuilah bahwa kebijakan yang Anda ikuti sama dengan yang diterapkan di Tunisia, Libya dan Mesir, namun, seperti yang anda lihat, kebijakan itu hanya menyebabkan kerugian bagi mereka yang melakukan tersebut," katanya dalam referensi ke sebuah revolusi "Arab Musim Semi" yang menggulingkan para diktator yang telah lama berkuasa.
..Selama Anda bersikeras pada posisi Anda maka kita akan dipaksa untuk bergerak melawan Anda..
Ancaman dari kelompok radikal yang belum pernah dikenal sebelumnya tampaknya menjadi ancaman langsung pertama bagi pihak berwenang Kazakhstan setelah adopsi dari banyak hukum.
Nazarbayev, 71, telah memerintah Kazakhstan sebagai negara sekuler sejak kemerdekaan pada tahun 1991. Sampai tahun ini, negara berpenduduk 16,5 juta jiwa yang 70 persenny adalah Muslim, telah menghindari kekerasan militan sebagaimana terlihat pada negara-negara Asia Tengah lainnya.
Tapi bom bunuh diri di bulan Mei dan penangkapan pada bulan Agustus terhadap kelompok yang dituduh melakuakn plot teror telah menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan militansi.
Nazarbayev mengatakan ia percaya hukum baru, yang ditandatangani pada 13 Oktober, akan memperkuat toleransi beragama masyarakat.
"Perdamaian dan harmoni dalam multi-etnis di rumah kami adalah warisan paling berharga Kazakhstan," katanya pada saat itu.
Tetapi hukum tersebut telah menyebabkan perdebatan sengit. Mufti Agung Kazakhstan, Absattar Derbisali, mengatakan larangan tempat shalat di gedung-gedung pemerintah dapat memicu kemarahan kaum Muslim dan ekstremisme.
Kelompok HAM di Barat dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) juga mengangkat kekhawatiran bahwa hukum tersebut dapat membatasi kebebasan beragama.
Diantara langkah-langkah lain untuk memerangi militansi Islam, Kazakhstan telah memblokir akses ke sejumlah situs internet asing yang pemerintah tuduh menyebarkan kekerasan dan menghasut kebencian agama. (by/an)