PAKISTAN (voa-islam.com) - Entah merupakan bagian dari operasi intelijen atau memang unsur ketidaksengajaan, 14 orang warga AS memotret fasilitas militer penting Pakistan yang ada di wilayah Punjab hingga menyebabkan mereka ditahan pihak berwenang selama beberapa saat.
Pasukan keamanan Pakistan telah menahan setidaknya 14 warga negara AS ketika mereka mengambil foto-foto dari fasilitas militer sensitif di propinsi timur negara bagian Punjab, Press TV melaporkan.
Polisi Pakistan dan personil militer memerintahkan orang-orang Amerika itu, yang bepergian dengan 3 mobil SUV kedutaan besar, untuk menepi di jalan di Rawalpindi, yang terletak 224 kilometer barat daya dari ibukota Islamabad Pakistan, ketika mereka mengambil foto-foto instalasi sensitif di kota tersebut.
Para warga AS itu ditahan selama sekitar satu jam di pangkalan militer sebelum Kedutaan Besar AS di Islamabad menjelaskan dalam sebuah pernyataan bahwa para pemotret tidak menyadari pembatasan atas fotografi ditempatkan di atau dekat daerah itu, dan tidak ada niat untuk memotret instalasi sensitif atau instalasi militer pemerintah Pakistan.
Polisi Pakistan menghancurkan gambar-gambar instalasi sensitif tersebut sebelum melepaskan kelompok warga AS itu.
Ketegangan antara Islamabad dan Washington meningkat setelah serangan rahasia AS ke Pakistan Mei lalu yang menyebabkan pemimpin Al-Qaeda Sheikh Usama Bin Ladin gugur.
Sejak itu militer Pakistan berada di bawah tekanan untuk menjelaskan mengapa helikopter militer AS bebas melakukan operasi di tanah Pakistan.
Pakistan kemudian memerintahkan kementerian pertahanan Amerika Serikat untuk meninggalkan pangkalan udara gurun terpencil di barat daya Provinsi Balochistan.
AS telah lama melakukan serangan pesawat tak berawak tidak sah di Pakistan dari pangkalan udara Shamsi di Balochistan.
Hubungan AS-Pakistan sudah tegang atas korban sipil yang disebabkan oleh serangan pesawat tak berawak AS, yang Pakistan telah berulang kali mengutuk serangan itu sebagai pelanggaran atas kedaulatannya.
Serangan udara tersebut, yang diprakarsai oleh mantan presiden AS George W. Bush, semakin meningkat di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama. (up/ptv)