TOULUSE, PRANCIS (voa-islam.com) - Tiga polisi Prancis terluka dalam kontak senjata dengan tersangka pelaku penembakan yang menewaskan 7 orang di Prancis selatan.
Polisi Prancis melakukan penyerbuan ke sebuah apartemen tempat tinggal Mohamed Merah di Toulouse setelah negosiasi penyerahan diri selama 21 jam antara polisi dan tersangka.
Tiga ledakan menandai dimulainya serangan itu tak lama sebelum tengah malam, peledakan di apartemen di mana Merah telah bersembunyi sejak pukul 3 pagi hari Rabu dan mengakhiri drama negosiasi efektif serta apa yang disebut sebagai salah satu pengepungan paling dramatis yang pernah ada di Perancis.
Otoritas Perancis munda serangan itu untuk selama mungkin karena tujuan mereka adalah untuk menangkap Merah hidup-hidup, satu sumber polisi mengatakan kepada media. "Kami tidak ingin dia meninggal," katanya.
Mohamed Merah mengumumkan bahwa ia akan menyerahkan diri pada Rabu malam, tetapi kemudian melaporkan bahwa ia telah meminta kepada negosiator untuk lebih banyak waktu.
serangan itu dimulai setelah pihak berwenang menyimpulkan bahwa Merah hanya mengulur-ulur waktu dan bahwa ia tidak berniat menyerah.
Menteri Dalam Negeri Perancis Claude Gueant mengatakan kepada media setempat bahwa Merah bersiap untuk membunuh tentara lainnya pada Senin. Gagal untuk menemukan target, Mareh melepaskan tembakan di sebuah sekolah Yahudi sebagai gantinya.
Gueant mengatakan sebelumnya bahwa Merah ingin "membalas dendam untuk anak-anak Palestina" dan untuk membalas dendam pada tentara Perancis karena kejahatan mereka di Afghanistan.
..Merah ingin "membalas dendam untuk anak-anak Palestina" dan untuk membalas dendam pada tentara Perancis karena kejahatan mereka di Afghanistan..
Sesaat setelah penembakan di sekolah Yahudi yang menewaskan 4 orang, muncul spekulasi bahwa pelaku adalah seorang penganut neo-nazi, namun sebuah perubahan dalam penyelidikan muncul setelah dealer Yamaha di Toulouse ingat bahwa seorang pria telah meminta perangkat antipencurian miliknya dihapus dari sepeda motor dari jenis yang sama yang digunakan dalam pembunuhan terakhir terhadap tiga tentara Prancis dekat sebuah pangkalan militer dan empat orang di sebuah Yahudi sekolah, menurut The Guardian.
Jaksa Francois Molins mengatakan Mohamed Merah adalah seorang Salafi radikal yang telah berkunjung ke Afghanistan dua kali dan telah berlatih di kubu pejuang Islam Pakistan di Waziristan.
Seorang pejabat intelijen AS mengatakan kepada The Long War Journal bahwa tersangka mungkin telah menjadi anggota Forsane Al-izza, sebuah kelompok Salafi yang secara resmi dilarang di Perancis pada Januari karena "menghasut diskriminasi nasional, rasial dan agama." Menurut Kuwait News Agency, kelompok itu baru-baru ini menganjurkan pelemparkan zat asam ke wajah dari seorang politikus Swiss, dan memiliki agenda anti-Israel. Namun asosiasi Mohamed Merah dengan grup tersebut belum dikonfirmasi. (st/dbs)