View Full Version
Jum'at, 06 Apr 2012

Calon Presiden Salafi Syek Hazem Abu Ismail Dibatalkan?

Syekh Hazem Abu Ismail dikelilingi ribuan pendukungnya saat  tiba di Komisi Pemilihan Presiden di Kairo, 30 Maret 2012. Syek Hazem yang menjadi  calon dari Salafi itu, nampaknya mendapatkan dukungan luas. Hazem sangat populer di Mesir, dan akan menjadi saingan al-Shater.

Gambar Abu Ismail menjadi pemandangan di mana-mana, di jalan-jalan Kairo. Kegiatan kampanye Salafi itu menjadi berita utama, dan meningkatkan peluang bagi Abu Ismail di kotak pemungutan suara.

Tapi hari ini, calon presiden dari Salafi ini menghadapi tudingan yang sangat serius, di mana pengacara yang menjadi ulama (da’i), yang berusia 51 tahun itu, kemungkinan akan didiskualifikkasi (dibatalkan) pencalonannya, karena diduga ibunya berkewarganegaraan ganda Mesir-Amerika.

Jika ini terjadi akan menimbulkan keributan  yang luar biasa dari ribuan pendukungnya. Mereka akan menolak habis-habisan, mungkin ratusan ribu para penyokongnya akan turun ke jalan-jalan di Cairo, dan akan menentangnya setiap keputusan yang mendiskualifikasi terhadap Abu Ismai. Abu Ismail yang sekarang seperti kanalisasi rakyat Mesir,yang begitu dahaga dengan hukum Allah, dan itu akan terpuaskan oleh janji Abu Ismail.  

Beberapa hari terakhir, laporan tentang ibu Abu Ismail memiliki kewarganegaraan ganda Mesir-Amerika menjadi berita utama di media lokal dan berita TV nasional. Jika benar, permohonan pencalonan Abu Ismail akan ditolak oleh Komisi Pemilihan Presiden. Karena hukum Mesir menetapkan bahwa calon presiden harus lahir dari orang tua Mesir yang belum pernah menjadi warga negara asing, atau memiliki dua kewarganegaraan.

Abu Ismail membantah laporan-laporan ini, dan mengklaim bahwa ibunya mendapatkan kartu hijau Amerika, tapi tidak pernah memiliki paspor Amerika.Sementara itu, ia mengajukan gugatan terhadap Kementerian Dalam Negeri dan Presiden Komisi Pemilihan, dan Abu Ismail merilis dokumen resmi,  yang  membuktikan ibunya tidak pernah menjadi warga negara Amerika.

Tetapi,  New York Times membuat pukulan terhadap Abu Ismail. Laporan New York Times itu dikutip dari catatan publik  di Los Angeles,California yang membuktikan bahwa ibunya menjadi warga negara Amerika sebelum dia meninggal.

Para pendukung Abu Ismail menolak kemungkinan bahwa calon mereka bisa didiskualifikasi dari pemilihan presiden hanya alasan teknis. Mereka berpendapat bahwa laporan terbaru tentang ibu Abu Ismail adalah putusan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) dan Barat  untuk menggagalkan pencalonan Abu Ismail. Karena Abu Ismail dianggap memiliki tekat yang keras menerapkan syariah Islam, dan menentang keras campur tangan para jenderal Mesir.

 "Aparat keamanan dan intelijen mungkin bersekongkol dengan Amerika, dan berpura-pura tentang dual kewarganegaraan ibu Syekh Hazem Abu Ismail," ungkap aktivis Salafi Mohamed Elhamy, 29-tahun. "Kami tidak akan membiarkan mereka mendiskualifikasi dia," ucapnya..

Elhamy, seorang insinyur komunikasi, menambahkan bahwa memperjuangkan  Abu Ismail menjadi presiden adalah "soal hidup atau mati". Para pengikutnya sangat yakin, hanya Abu Ismail, yang mampu menghadapi kekuasaan militer.

Menjelang revolusi, Abu Ismail menegaskan doktrin Salafi, yang mengadopsi penafsiran Islam secara tegas,  di TV swasta. Selama berlangsungnya pemberontakan yang menjatuhkan Hosni Mubarak tahun lalu, ia terlihat di Tahrir Square, dan berada di antara para pendukungnya, serta  meminta pengunjuk rasa tidak pernah menyerah.

Musim panas lalu, Abu Ismail memutuskan bahwa ia akan mencalonkan diri sebagai presiden. Selama berbulan-bulan, ia muncul di media membuat pernyataan tentang bagaimana Syariah akan diterapkan di pemerintahan. Pada bulan Agustus, dalam acara TV bahwa penguasa Muslim diwajibkan menegakkan hukum Allah.

Pada saat yang sama, Abu Ismail membuktikan dirinya sebagai seorang penentang paling keras  terhadap militer (SCAF), dan secara konsisten memperingatkan dugaannya terhadap para jenderal untuk membajak revolusi.

Berkat pandangan agama yang keras dan wacana yang revolusioner, Abu Ismail menarik dukungan dari ribuan kaum Islamis muda yang merasa frustasi dengan wacana kesepakatan dari Ikhwanul Muslimin dan pemimpin Salafi.

"Dia mengisi kekosongan di kalangan pemuda Islam," kata Mohamed Yosry, kolumnis Salafi. Sebagian besar pemuda yang mendukung revolusi, menolak rezim militer dan SCAF. Sementara itu, mereka mencari pemimpin Islam..". Mereka menemukan Syekh Hazem Abu Ismail.

"Dia tidak akan didiskualifikasi. Jika didiskualifikasi jutaan pendukung Abu Ismail akan turun ke jalan”, ungkap Gamal, d seorang juru kampanye Abu Ismail.

"Saya  menyerukan jutaan orang untuk berbaris, Jum’at ini, dan akan  mengatakan bahwa kita tidak akan menerima segala bentuk kecurangan atau upaya main-main dengan nasib kami," tambah Gamal. "Hazem adalah pemimpin kita, dan kita  telah menunggu selama beberapa dekade. Dia membawa harapan, dan  menghidupkan kembali Syariah Islam," tambah Saber.

Komisi Pemilihan Presiden adalah badan peradilan satunya bertugas menjatuhkan vonis. Apakah Abu Hazem alias Abu Ismail bisa maju atau tidak. Tidak ada jalan hukum untuk mengajukan banding keputusan komisi.

Menurut Khalil al-Anani, seorang ilmuwan politik dari Durham University dan pakar gerakan Islam, mayoritas pendukung Abu Ismail mungkin akan memilih Shater, jika ia gagal maju sebagia calon.

"Mereka tidak akan memilih Shater sebagai pribadi, tetapi sebagai wakil dari proyek Islam," kata Anani, yang mengesampingkan kemungkinan suara Abu Ismail akan lari ke tokoh Ikhwan  lainnya, yaitu Abdel Moneim Abouel Fotouh, yang dikenal karena pandangannya yang moderat.

"Mereka tidak berpikir Abdul Fotouh sebagai proyek Islam. Mereka berpikir Shater lebih patuh dan setia pada proyek Islam," katanya "Terus terang, saya khawatir tentang reaksi orang-orang ini, terutama jika Shater kalah," kata Anani. "Mereka akan merasa sangat kecewa dan ini dapat mendorong beberapa akar rumput untuk menjadi lebih radikal."

Anani menyuarakan kekhawatiran bahwa kekecewaan itu bisa mendorong kaum muda Islam lari ke Salafisme jihad.

Shater diyakini menjadi salah satu tokoh Ikhwan yang pro-Salafi, dan ia menjadi tokoh terkemuka dalam organisasi Ikhwan yang merupakan organisasi Islam tertua di Mesir. Sejak dibebaskan dari penjara pada Maret 2011, ia telah berupaya untuk membangun jembatan dengan kelompok Salafi.

"Shater cukup cerdas untuk menyadari pentingnya gerakan Salafi," kata Yosry, kolumnis Salafi.

Shater bergabung dengan Komisi Fikih dan Reformasi, sebuah organisasi keagamaan yang dibentuk oleh sebagian besar ulama Salafi, setelah penggulingan Mubarak. Sebagian kalangan yang disebut sebagi “Koneksi Salafi" mungkin bisa menjelaskan mengapa beberapa pemimpin Partai Nour (Salafi), sayap politik dari Da’wa Salafi, yang merupakan gerakan  Salafi terbesar di Mesir telah meminta Ikhwan mencalonkan  Shater sebagai calon presiden.

"Penarikan Abu Ismail tidak dapat diterima sama sekali oleh juru kampanye," kata Elhamy. "Abu Ismail telah menjadi perwakilan dari tren yang populer, dan tidak dapat menarik diri cari pencalonannya”.. tambah Elhamy. (af/bw)


latestnews

View Full Version