Pemerintahan Libya yang baru melarang segala bentuk partai yang berlandaskan agama. Libya yang mempersiapkan pemilu Juni mendatang melarang partai politik berdasarkan agama, suku atau etnis, ujar juru bicara pemerintah, Rabu.
Juru pemerintah itu tidak secara rinci menjelaskan kebijakan yang diambil pemerintah, dan melarang partai-partai politik yang sudah berdiri. Kebijakan pemerintah akan berdampak terhadap partai politik yang dibentuk oleh Ikhwanul Muslimin Libya dan kaum Islamis lainnya, Maret lalu. Partai baru dipandang sebagai pesaing utama oleh pemerintah pada pemilu bulan Juni. Pemilu yang akan digelar pada Juni nanti, merupakan pemilu pertama sejak digulingkannya rezim Muammar Gadafi.
Juru bicara Dewan Transisi Nasional (TNC) Mohammed al-Harizy mengatakan Dewan menetapkan aturan hukum yang mengatur pembentukan partai politik pada Selasa malam. "Pihak-pihak yang ingin mendirikan partai politik tidak boleh berdasarkan agama atau etnis atau suku," katanya kepada Reuters.
Partai Islam itu diperkirakan akan bersaing dengan partai sekuler memperebutkan kursi dalam majelis nasional yang akan merancang konstitusi baru bagi negara Afrika Utara itu.
Analis politik mengatakan Ikhwanul Muslimin yang mungkin akan muncul sebagai kekuatan politik yang paling terorganisir, dan pemain politik yang berpengaruh di negara pengekspor minyak, di mana Gerakan Islam, seperti semua kelompok oposisi, yang ditekan selama 42 tahun, akhirnya menjadi pemenang.
Gerakan Islam melakukan peranan yang sangat besar pasca revolusi melalui pemilu di Tunisia, Mesir dan Maroko, dan mereka juga cenderung melakukannya dengan baik di Libya sejak Oktober.
Gerakan Islam itu melalui pemilu dengan sangat kuat memainkan peranan politiknya secara damai. Mereka ingin mewujudkan cita-cita Islam yaitu hukum Allah. Sementara itu, penguasa Libya masih didominasi kaum sekuler, yang tidak ingin kekuatan Islam bangkit. (af/tm)