Jakarta (voa-islam.com) Pemilihan presiden Mesir putaran kedua tetap berlangsung, dan dimulai hari Sabtu, 17 Juni besok. Pemilihan presiden dibayang-bayangi situasi yang tidak menentu, di tengah-tengah langkah militer yang melakukan kudeta terselubung.
Di mana Mahkamah Konstitusi Mesir mengeluarkan keputusan yang membubarkan parlemen, dan membatalkan keputusan parlemen yang melarang mantan pejabat Presiden Husni Mubarak ikut dalam pemilihan presiden.
Situasi di Mesir penuh dengan ketegangan menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi Mesir, yang membatalkan hasil pemiliihan parlemen yang lalu, dan membatalkan keputusan parlemen Mesir yang baru, yang melarang mantan pejabat di masa pemerintahan Husni Mubarak ikut dalam pemilihan presiden.
Dengan keputusan itu, Marsekal Ahmed Shafiq, akan mengikuti pemilihan presiden putaran kedua. Anak-anak muda Mesir melakukan aksi demonstrasi di Lapangan Tahrir dan mengecam keputusan Mahkamah Konstitusi itu. Mereka berjanji akan melanjutkan revolusi, yang sekarang ini dibajak oleh para pengikut Mubarak.
Rakyat Mesir dibayang-bayangin kekawatiran akan kembalinya rezim militer, berkuasa kembali dengan adanya pembatalan parlemen, dan diizinkan oleh Mahkamah Konstitusi, di mana tokoh militer Marsekal Ahmed Shafiq mendapat restu dari Dewan Agung Militer (SCAF), yang dipimpin Marsekal Husien Tantawi.
Dalam putaran kedua ini, mantan Perdana Menteri Marsekal Ahmed Shafik dan tokoh Ikhwanul Muslimin Mohamed Morsi akan bersaing memperebutkan dukungan rakyat.
Ini merupakan pertarungan politik antara kekuatan rakyat Mesir yang menginginkan perubahan dari rezim militer ke sipil menghadapi kekuatan rezim lama yang mendapatkan dukungan militer, yaitu Ahmed Shafiq.
Tapi, peristiwa pemilihan presiden ini menjadi tonggak bersejarah, yang dibayangi oleh meningkatnya kekhawatiran tentang campur tangan militer lebih jauh, dan kemungkinan bisa membatalkan hasil pemilihan presiden.
Pemenang pemilihan presiden putaran kedua ini, memiliki posisi yang kuat untuk melakukan negosiasi dengan penguasa militer Mesir, yang berencana mengeluarkan konstitusi sementara, sedangkan dokumen permanen, baru ditulis oleh parlemen yang baru terpilih.
Sekitar 50 juta kartu suara telah didistribusikan ke tempat-tempat pemungutan suara, menurut pernyataan dari Hatem Begato Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Tinggi Presiden.
Pemungutan suara bagi warga Mesir di luar negeri telah selesai pada 9 Juni, menurut komisi pemilihan, hasilnya, mayoritas 75 persen Mohammad Mursi memenangkan dukungan di negara-negara Arab dan Teluk.
Kemungkinan militer bisa mendiskualifikasi (membatalkan) seandainya Mohammad Mursi memenangkan pemilihan presiden, dan mendapatkan suara mayoritas. Ini hanya mengulangi peristiwa politik yang pernah terjadi di Aljazair, di mana partai Islam, FIS yang mengikuti pemilu dan memenangkan pemilu, kemudian dibatalkan dan FIS dibubarkan, serta para pemimpinnya di tahan.
Namun, presiden baru nanti akan menghadapi masalah yang serius, di mana akan mengelola negara tanpa parlemen dan konstitusi, yang artinya sengaja diciptakan oleh militer, dan bahwa kekuasaan benar-benar tetap berada di tangan militer sepenuhnya. mi