BEIJING, CHINA (voa-islam.com) - Pihak berwenang China di wilayah barat laut yang bergolak, Xinjiang telah melarang pejabat Muslim dan siswa berpuasa selama bulan Ramadhan, mendorong sebuah kelompok hak asasi di pengasingan memperingatkan akan adanya kekerasan baru.
Petunjuk yang diposting di situs-situs pemerintah banyak meminta para pemimpin Partai Komunis untuk membatasi kegiatan agama Islam selama bulan suci, termasuk puasa dan mengunjungi masjid.
Sebuah pernyataan dari kota Zonglang di distrik Kashgar Xinjiang mengatakan bahwa "komite daerah telah mengeluarkan kebijakan komprehensif untuk menjaga stabilitas sosial selama periode Ramadhan.
"Komite ini melarang untuk kader Partai Komunis, pejabat sipil (termasuk mereka yang sudah pensiun) dan para siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan Ramadhan."
Pernyataan itu, diposting di situs web pemerintah Xinjiang, mendesak para pemimpin partai untuk membawa "hadiah" berupa makanan untuk para pemimpin desa setempat untuk memastikan bahwa mereka makan selama bulan Ramadhan.
Perintah serupa tentang pembatasan kegiatan Ramadhan diposting di website pemerintah daerah lain, dengan biro pendidikan daerah Wensu mendesak sekolah-sekolah untuk memastikan bahwa siswa tidak masuk masjid selama bulan Ramadhan.
Bulan suci Ramadhan dimulai di Xinjiang pada 20 Juli. Perintah untuk mengekang kegiatan keagamaan dikirim di seluruh wilayah pada waktu yang berbeda, beberapa sebelum awal Ramadhan dan beberapa setelah itu.
Sebuah kelompok hak asasi di pengasingan, Kongres Uighur Dunia, memperingatkan kebijakan tersebut akan memaksa "orang-orang Uighur untuk menolak (kekuasaan China) lebih jauh."
"Dengan melarang puasa pada bulan Ramadhan, China menggunakan metode administratif untuk memaksa orang Uighur untuk makan dalam upaya untuk membatalkan puasa," kata juru bicara kelompok tersebut Dilshat Rexit dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Komunis China mengendalikan seluruh agama dibawa Administrasi Negara untuk Urusan Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis Hui yang juga Muslim, tapi penutur bahasa Cina.
Xinjiang sendiri merupakan rumah bagi sekitar sembilan juta orang Muslim Uighur, yang berbahasa Turki, dan kerap menjadi subjek penganiayaan agama dan politik oleh para pemimpin China.
Wilayah ini telah diguncang oleh wabah kekerasan etnis secara berulang, kekerasan yang terjadi pada musim panas adalah yang terparah di Xinjiang sejak peristiwa kerusuhan di Urumqi ,ibu kota wilayah tersebut, tahun 2009 saat tewasnya 200 orang dalam bentrokan antara warga suku Han, yang dominan di China, dengan warga Uighur, yang dominan bertempat di Xinjiang. (by/afp)