Hollywood (VoA-Islam)- Sebuah film dokumenter yang kisahnya berfokus pada kemarahan rakyat Amerika terhadap kolonialisme yang diturunkan Obama dari ayahnya menjadi primadona box office akhir pekan lalu.
Seperti dilansir The Hollywood Reporter belum lama ini, film bertajuk "2016: Obama's America" itu telah meraup pemasukan sebesar 2,2 juta dolar AS hingga Jumat (24/8/2012).
Pemasukan tersebut menempatkan film dokumenter ini pada posisi keempat di bawah tiga film besar Hollywood seperti The Expendables 2 (4 juta dolar AS), The Bourne Legacy (2,8 juta dolar AS), dan ParaNorman (2,3 juta dolar).
Dengan demikian, film besutan sutradara Dinesh D'Souza ini masuk dalam jajaran film dokumenter terlaris kedua pada tahun 2012 di bawah Bully (3,5 juta dolar AS).
Saking lakunya, film tersebut yang semula hanya diputar di 169 bioskop, kini ditambah menjadi 1.090 bioskop.
Tanpa disengaja, penambahan tersebut terjadi tiga hari sebelum dihelatnya Republican National Convention sebagai bagian persiapan Partai Republikan menuju pemilu presiden AS November nanti.
Tak disangka, film dokumenter anti-Obama bertajuk 2016: Obama's America yang dirilis sejak pertengahan Juli lalu ternyata mampu menarik perhatian pengunjung bioskop di sejumlah kota di Amerika Serikat (AS), termasuk di New York, yang notabene adalah kota "pendukung terbesar" Obama.
Hingga saat ini, film dokumenter tersebut berhasil meraup US$ 2 juta di pasar domestik AS, yang membawanya menjadi dokumenter berpendapatan terbesar kedua tahun ini, di bawah dokumenter berjudul Bully (US$ 3,2 juta).
Sementara itu, untuk di kategori dokumenter bernuansa politik terlaris sepanjang masa, film ini berada di peringkat ke-12. Film dokumenter bernuansa politik terlaris sejauh ini adalah Fahrenheit 9/11 yang disutradarai Michael Moore (2004). Film yang mengisahkan tentang pascakejadian tragedi 11 September tersebut berhasil mengumpulkan US$ 119 juta, hanya dari pendapatan lokal di AS.
Menurut sang produser, Doug Sain, banyak penonton yang kemudian membandingkan antara 2016: Obama's America dengan film Fahrenheit 9/11. Namun, kesuksesan film ini sebenarnya sudah terasa di awal masa perilisannya. Meskipun hanya diputar di satu layar bioskop di Texas selama akhir pekan pertamanya, Obama's America berhasil meraup pemasukan US$ 32.000.
Awalnya, Doug Sain hanya mengharapkan debut US$ 15.000, yang dinilainya sudah cukup aman untuk mengembalikan modal produksinya. Ia tidak menyangka hasilnya justru dua kali lipat dari harapannya. Pekan lalu, pemasukan film ini bahkan mengalami peningkatan cukup signifikan hingga 292,3 persen, yaitu US$ 1,24 juta.
Selain itu, film keluaran Rocky Mountain Pictures itu juga mendapat penambahan 108 layar sehingga totalnya menjadi 169 layar. Prestasi ini tentunya mampu mendongkrak posisi Obama's America di daftar box office AS, yang semula berada di tingkat ke-23, melesat ke posisi 13.
Kesuksesan dokumenter ini secara komersial mendorong munculnya sebuah kelakar bahwa para penonton tampaknya berpikir bahwa Obama's America adalah film pro-Obama. Namun, 2016: Obama's America sebenarnya merupakan sebuah dokumenter yang dibuat berdasarkan buku The Roots of Obama's Rage karya Dinesh D'Souza.
Filmnya sendiri menampilkan wawancara dengan saudara tiri laki-laki Barack Obama, George Obama, yang tinggal di sebuah rumah reot di Nairobi, Kenya. Film ini juga ingin menunjukkan gambaran masa depan negara AS, jika Obama kembali terpilih menjadi presiden di pemilu mendatang.
Rencananya, film ini akan beredar lebih luas di 1.075 bioskop pada Jumat pekan ini. Selain meraih sukses di Texas dan New Yok, Obama's America juga menunjukkan permainan bisnis yang cukup besar di Sacramento, Greenville, Dallas, San Antonio, Las Vegas, Honolulu, dan Tampa. Desastian/dbs