Myanmar (VoA-Islam) - Kaum Budha di kota terbesar kedua Mandalay, Myanmar, malah mengompori konflik horisontal menjadi konflik sektarian. Pada Minggu (4/9/2012) kemarin, ratusan bhiksu turun di jalan-jalan mendukung Presiden Thein Sein mengusir orang Rohingya dari Myanmar.
Demo di Mandalay ini adalah indikasi terbaru mendalamnya sentimen anti Rohingya yang mengobarkan kekerasan etinis di provinsi Rakhine, Myanmar barat, pada Juli lalu, yang memangsa nyawa 83 orang serta ribuan orang mengungsi.
Para bhiksu yang seharusnya memadamkan konflik malah membentangkan spanduk bertulis: “Selamatkan Tanah Air Myanmar dengan Mendukung Presiden”, sementara yang lain mengritik utusan Hak Azasi Manusia (HAM) PBB Tomas Ojea Quintana yang pendapatnya condong membela kaum Rohingya.
Pemimpin demo ini adalah bhiksu bernama Wirathu, yang mengatakan kepada AFP bahwa protes ini adalah untuk “memberi tahu dunia bahwa etnis Rohingya bukan termasuk kelompok etnis Myanmar sama sekali.”
Bhiksu yang tak mentelorir adanya perbedaan agama di dunia ini memang seperti berkacamata kuda. Wirathu ternyata pernah dijatuhi hukuman penjara 25 tahun pada 2003 terkait tulisan-tulisannya yang anti Islam, dan mendapat pengampunan pada Januari tahun ini. Para biarawan mengatakan mereka akan berdemo selama tiga hari dan berharap lebih banyak orang bergabung dengan mereka.
PBB telah merujuk etnis Rohingya adalah etnis paling teraniaya di muka Bumi. Mereka ditolak untuk mendapatkan kewarganegaraan meskipun sudah berabad-abad tinggal di Myanmar.
Myanmar menganggap etnis Rohingya adalah pendatang haram dari Bangladesh, sedangkan Bangladesh juga menolak mereka, sehingga nasibnya menjadi lontang-lantung tanpa kewarganegaraan. Ada sekitar 800 ribu orang Rohingya yang tinggal di Myanmar.
Myanmar membantah melakukan tindak kekerasan terahadap kaum Muslim, sementara Presiden Thein Sein menuduh para bhiksu, politisi dan tokoh-tokoh lainnya menyulut kebencian terhadap etnis Rohingya.
Namun di sisi lain, Thein Sein menolak “menerima etnis Rohingya, karena mereka bukan etnis kita”. Ia malah meminta negara ketiga menerima etnis Rohingya atau PBB menyediakan kamp pengungsi untuk mereka.
Konyol sekali, seorang presiden ikut berpikiran sempit seperti bhiksu-bhiksu yang berkacamata kuda. Pantas ikon demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi pun bungkam seribu bahasa. Jika sikap Myamnar seperti itu, tentu akan kikuk berhubungan dengan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Islam di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei. [desas/mdr]