DAMASKUS, SURIAH (voa-islam.com) - Perbedaan pihak antara dirinya, yang pro rezim Bashar Al-Assad dan anaknya, yang bergabung dengan oposisi, membuat seorang menteri kabinet Suriah tak peduli dengan kematian anaknya, tanpa sedikitpun jejak kesedihan dia mengkonfirmasi kematian anaknya yang menjadi pejuang Suriah, secara dingin pernah menolak pelukan anaknya, bahkan dia tetap mengecam apa yang anaknya lakukan, meski setelah kematiannya, laporan sebuah kantor berita negara.
"Saya tidak setuju dan mengutuk apapun yang anak saya lakukan," kata Mohammad Turki al-Sayyed , menteri negara untuk Urusan Majelis Rakyat, yang mengakui kematian anaknya, Bassim. "Aku mengatakan itu sebelumnya dan aku mengingkarinya lagi, sepenuhnya, bahkan setelah kematiannya."
Bassim al-Sayyed, anak dari Mohammad Turki al-Sayyed, sebagaimana ditulis oleh seorang aktivis di halaman Facebook-nya, bahwa ia bergabung dengan demonstran yang menyerukan mundurnya Assad dari kekuasaan di awal pemberontakan tahun 2011. Ia kemudian bergabung dengan Tentara Pembebasan Suriah (FSA) dan gugur dalam sebuah pertempuran pada 30 Desember lalu untuk merebut akademi polisi Sarmada, sebuah kota bagian utara, "melawan pasukan pemerintah dari ayahnya, menurut video yang diposting di halaman Facebook oposisi.
..Ketika datang untuk memilih antara "terorisme" dan tanah air, menteri selalu memilih tanah air dan mengingkari diri dari semua orang yang ingin membangkitkan kejahatan di negara ini bahkan jika itu adalah anaknya sendiri..
Namun menteri tersebut mengatakan Bassim "bergabung dengan jajaran para "teroris" yang ingin meruntuhkan negara" karena ia telah "dicuci otaknya oleh musuh-musuh Suriah." Dia mengulangi pernyataannya bahwa media dan entitas di seluruh dunia sedang berkomplot melawan pemerintah Presiden Bashar al-Assad
"Tanah air adalah di atas semua orang dan ketika itu datang untuk Suriah, semua judul, hubungan dan bahkan emosi pribadi tidak berarti apa-apa ketika itu datang demi negara ini," kata Mohammad Turki al-Sayyed. "Ketika datang untuk memilih antara terorisme dan tanah air, menteri selalu memilih tanah air dan mengingkari diri dari semua orang yang ingin membangkitkan kejahatan di negara ini bahkan jika itu adalah anaknya sendiri."
Pernyataan Al-Sayyed itu, dilaporkan oleh kantor berita milik pemerintah Arab Suriah, menggambarkan runtuhnya stabilitas keluarga Suriah selama konflik berusia 22-bulan, yang sekarang secara penuh meledak menjadi perang sipil. PBB mengatakan lebih dari 60.000 orang telah tewas dalam pembantaian, yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. (an/cnn)
Foto:Ilustrasi