View Full Version
Jum'at, 02 Aug 2013

Pemuda Muslim Pattani Tak Lagi Berbisik Menyebut Fathoni

Catatan Perjalanan R4Peace (Bagian VI)

Tidak ada perubahan dari Pattani, Yala, dan Narathiwat di bumi Thailand bagian selatan hingga saat ini. Penjagaan tentara Thai bersenjata masih terlihat di sepanjang jalan ketiga wilayah “zona merah” tersebut. Pembunuhan terhadap muslim di sana masih kerap terjadi setiap waktu.

Satu hal yang baru dari negeri Melayu Pattani tersebut adalah keberanian untuk menyebut kata Fathoni (Pattani) dan bicara politik di depan public tanpa rasa takut. Padahal sebelumnya, ketika penulis melakukan tugas jurnalistik ke Pattani dan sekitarnya tahun 2010, banyak pihak yang bicara dengan cara berbisik, tak terkecuali menyimpan buku sejarah Fathoni yang ketika itu dinyatakan haram alias terlarang. Kala itu, mereka cemas ditangkap tentara Thai yang ganas. Kini kebebasan berpendapat di kalangan anak muda bukan lagi perkara yang harus ditutup-tutupi.

Sekilas, Pattani, Yala dan Narathiwat aman-aman saja. Orang Patani bilang, saat ini, di bulan suci Ramadhan kedua belah pihak sedang “Cuti Perang” alias gencatan senjata selama 40 hari. Tapi nyatanya, baru dua hari kesepakatan itu dibuat, beberapa muslim Pattani telah meregang nyawa, ditembak orang tak dikenal di tengah jalan.

Usai berbuka puasa bersama di komplek Masjid Raya Pattani, dan disaat berlangsung audiensi tim Road For Peace (R4P) dengan para pemuda dari sejumlah NGO Kemanusiaan Pattani, tiba-tiba kami disuguhi berita buruk. Dikabarkan, salah satu jamaah yang baru saja berbuka bersama di masjid ini, telah ditembak mati di tengah jalan saat mengendarai motornya. Innalillahi wainnailaihi rajiun.  

Bagi kami, kabar duka itu telah menghujam hati ini. Tapi tidak, bagi saudara-saudara Muslim di Pattani. Bagi mereka, pembunuhan itu sudah hal yang biasa. Seolah rasa takut itu telah tercerabut. Dan mereka hadapi semua itu dengan jiwa yang besar dan hati yang tabah.

Menurut pengakuan sejumlah NGO kemanusiaan di sana, rakyat Pattani telah lama terjajah oleh Kerajaan Thai. Meski dijajah, rakyat Pattani tidak hidup dalam kemiskinan. Mereka tetap menopang hidupnya dengan cara mandiri. Meski, mayoritas muslim, namun ekonomi dikuasai etnis Cina. Padahal populasinya hanya 3 persen saja,  Siam 15 %, sedangkan Patani 80%. Intinya orang Melayu di Pattani tidak menguasai ekonomi, karena diblok oleh orang Siam dan Cina.

“Persoalan di Pattani bukanlah masalah kemiskinan, tapi hidup kami yang terjajah. Kami tertindas sejak ratusan tahun yang lalu. Namun demikian, bukan berarti tidak ada perlawanan,” ujar Sakariya Lohyapha alias Chooya, salah seorang aktivis kemanusiaan di Pattani yang menjabat sebagai Presiden HAP (NGO Hak Asasi Manusia).

Saat berada di Yala, tim Road For Peace (R4P) berkesempatan untuk menjenguk seorang bapak yang ditembak dadanya sebanyak tiga peluru, usai berbuka puasa di Patani. Di waktu yang sama, juga terlihat keluarga muslim Patani berkerumun di rumah sakit Yala untuk menjenguk saudaranya yang mati tertembak oleh tentara Thai. Bahkan keesokan harinya, kami juga bertakziah ke rumah duka seorang guru madrasah yang syahid ditembak pihak tentara Thai di wilayah Yala. [desastian]


latestnews

View Full Version