FILIPINA SELATAN (voa-islam.com) -Pemerintah Filipina tengah memburu Pemimpin kelompok Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), Nur Misuari, atas tuduhan terlibat pemberontakan dan melanggar hak asasi manusia setelah tiga minggu pertikaian mematikan di selatan negara itu antara pasukan pemerintah dan pejuang Muslim pimpinannya
Peter Medalle, jaksa negara regional, mengatakan pada Kamis (3/9/2013) bahwa pemerintah telah mengajukan dakwaan terhadap Nur Misuari dan 80 pengikutnya.
Lebih dari 200 orang tewas dan hampir 10.000 rumah terbakar dalam pertempuran yang terjadi menyusul tuduhan kelompok MNLF menyerbu Zamboanga City Hall pada tanggal 9 September lalu.
"Kami telah mengumpulkan keterangan tertulis menghubungkan Misuari dengan serangan itu," kata Senior Superintendent Edgar Danao, seorang penyelidik senior polisi.
Polisi sejauh ini telah mengajukan dakwaan untuk pemberontakan dan kasus kriminal lainnya terhadap 224 pemimpin MNLF dan pengikutnya, sebagian besar dari mereka kini ditahan, kata Kepala Inspektur Ariel Huesca, juru bicara kepolisian daerah.
Para jaksa akan mengevaluasi bukti yang diajukan oleh polisi, kemudian memutuskan apakah akan mengajukan tuntutan di pengadilan.
Perjuangkan hak minoritas Muslim
MNLF didirikan oleh Nur Misuari pada awal tahun 1970 untuk memperjuangkan hak minoritas Muslim di wilayah selatan untuk memiliki pemerintahan sendiri dari negara Filipina yang di dominasi Katholik.
Misuari menandatangani perjanjian perdamaian dengan pemerintah Filipina pada bulan September 1996, mengakhiri lebih dari 20 tahun pertempuran berdarah di Mindanao.
Setelah perjanjian damai ditandatangani, Misuari menjadi gubernur wilayah otonomi Muslim. Tapi mantan pejuang Moro banyak yang tidak puas dengan kesepakatan itu, mengatakan, pemerintah gagal memenuhi beberapa ketentuan dan mengangkat standar hidup mereka.
Mereka mengatakan pemerintah gagal untuk mengembangkan daerah yang dilanda perang di Selatan, yang tetap terperosok dalam kemiskinan, dijaga ketat militer dan bergantung secara finansial pada Manila.
Pada bulan November 2001, pada malam pemilihan di daerah otonom, Misuari menuduh Pemerintah mengingkari perjanjian damai, dan para pengikutnya meluncurkan pemberontakan baru di Sulu dan Zamboanga City, dimana lebih dari 100 orang tewas.
Misuari meloloskan diri dengan perahu ke Malaysia, tapi ditangkap di sana dan dideportasi ke Filipina. Dia akhirnya dibebaskan pada 2008 setelah Manila mencabut semua tuduhan terhadap dirinya karena kurangnya cukup bukti.
Saat ini dia diyakini bersembunyi di Filipina Selatan dan terakhir dilaporkan bergerak dari satu pulau ke pulau lain di kepulauan Sulu untuk menghindari deteksi oleh pasukan keamanan. (ab/aje)
Foto: AFP