PARIS, PRANCIS (voa-islam.com) - Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan pada Selasa (14/1/2014) bahwa 700 orang telah meninggalkan Prancis untuk bertempur di Suriah dan dia menyebut hal itu merupakan kecenderungan "mencemaskan".
"Sejumlah pemuda Prancis dan anak muda asing yang tinggal di Prancis ... turut bertempur di Suriah -- tercatat 700 orang, itu banyak. Sebagin meninggal," kata Hollande dalam jumpa pers di Paris.
Hollande mengatakan anak-anak muda perlu diperingatkan tentang bahaya pergi ke Suriah dan bahwa Prancis perlu "memerangi sejumlah jejaring dan sarang yang menumbuhkan terorisme".
Para pejabat Prancis telah memperingatkan bahaya dari warga negara Prancis yang turut bertempur dengan kelompok-kelompok ektrimis dan terkait Al-Qaidah di Suriah.
Jaksa penuntut umum Paris Francois Molins mengatakan pekan ini bahwa lebih 400 orang siap pergi ke Suriah, atau berada di negara itu atau telah kembali.
Para pejabat keamanan Barat menyatakan ketakutan bahwa para orang asing yang dilatih di Suriah dapat melakukan serangan-serangan di negara mereka sendiri.
Para pejabat mengatakan sekitar 20 orang Prancis telah gugur dalam konflik Suriah.
Suriah telah muncul sebagai magnet kuat bagi para relawan asing dari mujahidin Sunni maupun petempur Syi'ah dalam pertempuran baik menentang maupun membela rezim Assad, dalam apa yang tampak sebagai perang proxy antara Muslim Sunni - penganut Syi'ah.
Menurut studi yang dirilis awal Januari ini oleh Meir Amit Intelijen dan Informasi Center di Tel Aviv, saat ini ada 6.000 sampai 7.000 mujahidin asing Sunni di Suriah memerangi pasukan yang setia kepada Presiden Bashar Al-Assad. Sementara jumlah militan asing Syi'ah yang berjuang atas nama Assad diperkirakan berjumlah 7.000 hingga 8.000 orang.
Sebagian besar para mujahidin Sunni - sekitar 4.500 orang - diduga berasal dari Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya Libya, Tunisia dan Arab Saudi.
Lebih dari 1.000 berasal dari Eropa Barat, terutama Belgia, Inggris, Perancis, Belanda dan Jerman, menurut laporan tersebut. Banyak dari mereka merupakan anak-anak imigran Muslim generasi kedua dan kadang-kadang generasi ketiga, terutama warga Eropa keturunan Maroko. Beberapa ratus adalah warga Chechnya. (st/aby)