View Full Version
Kamis, 01 May 2014

Laporan: Qatar Deportasi Puluhan Pemimpin Ikhwanul Muslimin ke Libya

DUBAI, UNI EMIRAT ARAB (voa-islam.com) - Puluhan pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) dikabarkan dideportasi oleh Qatar telah tiba di Libya, sebuah harian berbasis di London melaporkan.

Para pemimpin IM itu telah mendarat di bandara internasional Maeetiqiya di ibukota Libya selama tiga hari, sumber-sumber politik, militer dan keamanan Libya mengatakan kepada surat kabar Al Arab.

Mereka diangkut ke tempat yang tak diketahu dengan mobil-mobil yang menunggu di bandara yang terletak sekitar 11 km barat Tripoli dan didominasi oleh kelompok pejuang Islam bersenjata, sumber-sumber tersebut menambahkan.

Menurut harian itu, Qatar telah mencari negara yang akan menjadi "tempat penampungan" para pemimpin senior Ikhwanul Muslimin menyusul tekanan kuat oleh sesama negara anggota Gulf Cooperation Council (GCC) - Bahrain, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab - untuk mengubah kebijakannya mendukung gerakan tersebut.

Ketiga negara itu pada tanggal 5 Maret manarik duta besar mereka dari Doha untuk memprotes apa yang dilihat sebagai campur tangan Qatar dalam urusan dalam negeri mereka dan dukungan Qatar terhadap kelompok Islam yang ditolak oleh beberapa negara GCC yang mengnggapnya sebagai organisasi ilegal.

Ketiga negara itu bersikeras duta besar mereka tidak akan dikembalikan sampai Qatar memenuhi sepenuhnya dengan kesepakatan yang ditandatangani pada tanggal 17 April di ibukota Saudi Riyadh.

Meskipun rincian dari kesepakatan itu belum diumumkan, laporan mengutip "sumber-sumber informasi baik" mengatakan bahwa ketiga negara tersebut ingin keselarasan Qatar dengan kebijakan umum GCC dan mendeportasi para pemimpin Ikhwanul Muslimin dari Qatar dan harus menolak akses ke semua warga Qatar atau media Qatar yang mendukung.

Kondisi lain termasuk mendeportasi sekitar 15 warga negara Teluk yang berbasis di Qatar yang kegiatannya telah dianggap mencurigakan.

Perjanjian tersebut ditandatangani di Riyadh menyusul mediasi intens oleh Emir Kuwait.

Kuwait dan Oman, dua anggota GCC yang lain, tidak memanggil pulang duta besar mereka dari Doha.

Dalam pernyataan terpisah, para menteri luar negeri dari Oman dan Qatar telah mengatakan bahwa perbedaan antara Qatar dan tiga negara GCC lainnya, yang merupakan krisis politik yang paling serius dalam aliansi itu sejak didirikan pada tahun 1981, sudah berakhir.

Khalid Al Atiyyah, menteri Qatar, mengatakan pekan lalu bahwa "perbedaan pendapat telah berakhir dan terserah kepada negara-negara itu untuk memutuskan mengirimkan duta besar mereka kembali ke Doha."

Namun, Shaikh Khalid Bin Ahmad Al Khalifa, Menteri Luar Negeri Bahrain, pada hari Rabu lalu mengatakan bahwa pemulihan dari para duta besar itu terkait dengan komitmen Qatar untuk pelaksanaan perjanjian Riyadh.

"Pertemuan menteri luar negeri GCC di Riyadh pada 17 April adalah awal dari suatu proses untuk aplikasi langsung dari perjanjian tersebut, sehingga hasilnya tidak akan langsung," katanya.

"Kami telah menyusun langkah-langkah rekonsiliasi dan rencana aksi yang sedang diperbaiki saat ini di Riyadh. Tenggat waktu akan terkait dengan kemajuan proses tersebut," katanya kepada wartawan di sela-sela konferensi keamanan GCC di Bahrain.

Sebuah Komite Eksekutif GCC mengadakan pertemuan di ibukota Saudi untuk mempersiapkan poin-poin yang akan membantu pelaksanaan perjanjian Riyadh, kata Al Arab.

Mengutip sumber-sumber diplomatik, harian itu mengatakan bahwa poin-poin itu akan dikaji oleh para menteri luar negeri GCC sebelum diimplementasikan oleh Qatar.

Panitia kemudian akan memantau proses aplikasi dengan tenggat waktu tiga bulan, tambahnya.

Beberapa poin termasuk deportasi tokoh Ikhwanul Muslimin ke negara asal mereka dan meninjau kebijakan saluran satelit pan - Arab Al Jazeera yang berbasis di Doha.

Ketiga negara juga ingin Qatar tidak membiarkan para ulama untuk menggunakan masjid atau media untuk menyerang negara-negara GCC lain dan untuk membatalkan semua forum oleh organisasi yang dipandang oleh GCC sebagai memiliki hubungan dengan terorisme.

Mereka juga bersikeras bahwa Qatar harus menutup pusat-pusat penelitian yang dipimpin oleh warga negara Saudi yang telah diberi kewarganegaraan Qatar. (st/gn)


latestnews

View Full Version