CAIRO (voa-islam.com) - Pengadilan Mesir membubarkan Partai Kebebasan Keadilan (FJP), yang merupakan sayap politik Ikhwanul Muslimin. Pengadilan Mesir itu, tidak lain, merupakan perpanjangan tangan rezim militer kriminal al-Sisi, yang sebelumnya memberangus Ikhwan, Sabtu, 9/8/2014.
Bahkan, pemerintah Mesir juga memutuskan Jamaah Ikhwan, bukan hanya dilarang hidup di Mesir, tetapi pemerintah al-Sisi telah memberikan stempel alias lebel bahwa Jamaah Ikhwan sebagai 'teroris', dan kemudian diikuti oleh seluruh negara Arab.
Keputusan itu akan secara efektif mencegah pelarangan gerakan Islam untuk berpartisipasi secara formal di pemilu legislatif yang akan digelar pada tahun ini. Mohammad Mursi, yang merupakan mantan ketua FJP, menghadapi empat tuduhan kriminal yang berbeda di pengadilan.
Peradilan terhadap kasus ini terjadi setelah Komiter Hubungan Partai Politik pemerintah Mesir mengajukan keberatan dan menuduh FJP "tidak memiliki dasar hukum".
FJP didirikan pada 2011 menyusul kerusuhan di Mesir yang kemudian menggulingkan Husni Mubarak dari kekuasaannya. Partai FJP meraih mayoritas kursi di majelis rendah dan tinggi parlemen, dalam pemilu pertama Mesir yang diselenggarakan secara demokratis setelah enam dekade.
Tetapi, pada Juni 2012, Mahkamah Konstitusi menyatakan pemilu parlemen majelis rendah tidak konstitusional dan membubarkannya. Pemerintah Mesir telah mengumumkan Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris pada Desember lalu.
Kelompok tersebut dituduh menggerakan kekerasan untuk membuat kondisi negara tersebut tidak stabil setelah penggulingan Presiden Muhamad Morsi pada Juli 2013. Sejatinya, militer dibawah al-Sisi yang melakukan kekerasan dan melakukan pembantaian massal terhadap pendukung Mursi, dan menangkap serta memenjarakan ribuan pendukungnya.
Ikhwanul Muslimin membantah tuduhan keterkaitan dengan kelompok jihadis di Semenanjung Sinai yang telah menewaskan ratusan personil keamanan.
Disaat yang bersamaan, lebih dari 8.000 orang tewas dan 40.000 orang pendukung Morsi ditahan oleh rezim junta militer Mesir. Semua itu, hanyalah bentuk diktatorisme baru di Mesir, dan meniadakan pemerintah yang dipilih secara bebas oleh rakyat. Mesir kembali memasuki lorong-lorong gelap kehidupan politik di negeri itu.
Presiden Abdul Fattah al-Sisi, seorang mantan petinggi militer yang terpilih sebagia kepala negara pada Mei lalu, berjanji untuk memberantas kelompok Ikhwan. Sekarang kondisi Mesir carut marut, dan tidak stabil, serta ekonominya perok-poranda. *jj/wb/voa-islam.com