View Full Version
Senin, 22 Dec 2014

Capres Anti Islamis Beji Caid Essebsi Klaim Menangkan Pilpres Tunisia

TUNIS, TUNISIA (voa-islam.com) - Calon presiden anti-Islam Tunisia, Beji Caid Essebsi, mengklaim telah memenangkan pemilihan presiden pertama yang digelar di negara itu seusai huru-hara Arab Spring pada 2011 lalu dengan mengantongi 55,5% suara.

Warga Tunisia turun ke tempat pemungutan suara pada hari Ahad (21/12/2014) untuk memilih presiden baru di negara di mana Musim Semi Arab lahir.

Essebsi, 88, yang berasal dari partai sekuler Partai Nidaa Tounes muncul di hadapan 2.000 pendukungnya yang berkumpul di luar markas kampanyenya berteriak "Hidup Tunisia!" dan mengucapkan terima kasih kepada para pemilih. "Tunisia membutuhkan semua anak-anaknya. Kita harus bekerja bergandengan tangan," katanya saat pendukung bersorak.

Dalam pidato kemenangannya, mantan pejabat rezim Tunisia itu mengucapkan terima kasih kepada kandidat petahana Presiden interim Moncef Marzouki.

“Saya mempersembahkan kemenangan ini kepada para martir Tunisia. Saya berterima kasih kepada Marzouki dan kini kami harus bekerja sama tanpa mengecualikan siapapun,” ujar pria berusia 88 tahun itu.

Di sisi lain, para pendukung Marzouki menegaskan bahwa terlalu dini untuk mengklaim kemenangan. Juru bicara Marzouki mengatakan klaim Essebsi tanpa dasar.

Marzouki adalah pegiat hak asasi manusia yang dipaksa mengungsi oleh pemerintahan Ben Ali. Ketika Ben Ali lengser pada 2011, dia menjadi presiden sementara dan populer di kalangan konservatif dan bagian selatan negeri.
Moncef Marzouki merupakan presiden sementara Tunisia setelah Zine el-Abedine Ben Ali lengser pada 2011 lalu.

Dia diperkirakan mampu menarik sokongan dari partai Islam moderat, Ennahda, yang memainkan peranan kunci dalam politik Tunisia sejak Arab Spring. Namun, Ennahda tidak mengemukakan seorang kandidat dalam pilpres ini.

Adapun Essebsi lebih populer di kalangan kaum kaya dan daerah pesisir di utara.

Dia pernah menjadi menteri luar negeri Tunisia pada 1981 hingga 1986.

Tunisia adalah negara pertama yang melengserkan pemimpinnya. Insiden itu memulai gelombang Arab Spring yang menular ke negara-negara tetangga, termasuk Libya dan Mesir. (st/can,bbc)


latestnews

View Full Version