KAIRO, MESIR (voa-islam.com) - Pemerintah Libya yang diakui secara internasional pada hari Senin (5/1/2014) meminta senjata untuk memerangi mujahidin yang telah menyita bagian-bagian dari negara yang kaya minyak itu, pada pertemuan darurat Liga Arab.
"Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral dan mempersenjatai, tanpa penundaan lebih lanjut, tentara Libya," kata perwakilan Libya untuk Liga Arab yang berbasis di Kairo, Ashur Bou Rashed.
Lebih dari tiga tahun setelah diktator Muammar Khadafi digulingkan dan dibunuh dalam pemberontakan rakyat, Libya saat ini dibanjiri dengan senjata dan milisi kuat, dan memiliki pemerintahan dan parlemen saingan.
Pemerintah dan parlemen terpilih yang diakui secara internasional pada bulan Juni telah berbasis di timur jauh sejak koalisi yang didukung pejuang Islam, Fajar Libya, merebut Tripoli tahun lalu.
Fajr Libya juga mengontrol kota ketiga Misrata, sementara sebagian besar kota kedua Benghazi juga di tangan mujahidin.
Bou Rashed bersikeras kebutuhan untuk mencetak "kemenangan militer atas mujahidin untuk mencegah mereka lebih memperluas pengaruhnya di Libya" dan membantu mencapai solusi politik.
Pernyataannya muncul ketika PBB menunda pembicaraan damai itu diharapkan untuk diadakan hari Senin antara faksi-faksi Libya.
Pembicaraan awalnya dijadwalkan untuk Desember 9 tetapi telah berulang kali tertunda di tengah pertempuran di Libya.
Pada pertengahan Desember, Fajr Libya melancarkan serangan untuk mencoba untuk merebut terminal minyak utama negara itu.
Setidaknya 22 pasukan pro-pemerintah tewas dalam pertempuran dengan mujahidin yang menembakkan roket yang membakar tangki di terminal minyak Al-Sidra. Militer membalas dengan menyerang Misrata.
Ketua Liga Arab Nabil al-Arabi menyuarakan penyesalan penundaan pembicaraan yang ditengahi PBB.
"Prioritas kami saat ini adalah untuk mengadopsi posisi yang menentukan yang akan mengakibatkan segera mengakhiri operasi teroris (baca;mujahidin) bersenjata" di Libya, katanya. (st/ahram)