COPENHAGEN, DENMARK (voa-islam.com) - Surat kabar Denmark Jyllands-Posten, tampaknya telah belajar dari kesalahan mereka 10 tahun yang lalu dan juga kasus penyerangan di kantor Charlie Hebdo baru-baru ini. Tidak ingin mengulang kesalahan yang sama dimana hidup mereka terancam selama 9 tahun akibat menerbitkan kartun Nabi Muhammad tahun 2005 silam, salah satu surat kabar utama Denmark itu memutuskan untuk tidak menerbitkan ulang kartun menghina umat Islam milik mereka dan juga majalah satir Charlie Hebdo, sebagaimana yang dilakukan koran-koran Denmark lainnya dengan dalih solidaritas, karena masalah keamanan.
Jyllands-Posten, yang pernah merasakan pahitnya kemarahan umat Islam dan ancaman serangan oleh mujahidin dari seluruh dunia akibat kelakuan mereka 10 tahun lalu, merupakan satu-satunya surat kabar besar Denmark yang tidak melakukan hal itu.
"Ini menunjukkan bahwa kekerasan bekerja," surat kabar itu menyatakan dalam editorialnya pada hari Jum'at (9/1/2014).
Surat kabar utama Denmark lainnya semua menerbitkan ulang kartun dari mingguan satir Prancis Charlie Hebdo sebagai bagian dari liputan serangan yang menewaskan 12 orang di Paris, Rabu.
Banyak surat kabar Eropa lainnya juga menerbitkan kartun Charlie Hebdo dengan dalih untuk memprotes pembunuhan tersebut.
Ketika Jyllands-Posten menerbitkan 12 kartun menghina Islam dari berbagai seniman pada bulan September 2005, sebagian besar yang menggambarkan Nabi Muhammad, itu memicu gelombang protes di seluruh dunia Muslim di mana setidaknya 50 orang tewas.
"Kami telah hidup dengan rasa takut dari serangan teroris (baca;mujahid) selama sembilan tahun, dan ya, itu adalah penjelasan mengapa kita tidak mencetak ulang kartun, apakah itu (kartun milik) kita sendiri atau Charlie Hebdo," kata Jyllands-Posten. "Kami juga menyadari bahwa oleh karena itu kita tunduk pada kekerasan dan intimidasi."
Jyllands-Posten memutuskan untuk memperketat tingkat keamanan di bangun dari serangan Paris.
"Perhatian untuk keselamatan karyawan kami adalah yang terpenting," katanya dalam editorial Jumat. (st/reuters)