GAZA,PALESTINA (voa-islam.com) - Gerakan perlawanan Palestina yang mengusai Jalur Gaza, Hamas, mengatakan hari Sabtu (28/3/2015) bahwa mereka mendukung penentuan nasib sendiri dari orang-orang Yaman dan menentang setiap tindakan yang akan menempatkan keamanan dan kemerdekaan Yaman beresiko.
Hamas mengambil risiko yang signifikan pada hari Sabtu, ketika merilis pesan dukungan untuk presiden terguling Yaman, Abdu Rabbuh Mansur Al-Hadi, dan sebagai akibatnya mendukung operasi militer yang dipimpin Saudi di Yaman melawan pemberontak Syiah Houtsi, sekutu Iran, yang telah mencaplok bagian besar negara itu dan menjatuhkan penguasa Sunni Yaman tersebut.
Hamas mengatakan bahwa mereka mendukung "legitimasi politik" di Yaman dan mendukung "kesatuan, keamanan, dan kemerdekaan" Yaman.
Organisasi Palestina tersebut, yang telah dijanjikan jutaan dolar dari negara-negara Teluk untuk rekonstruksi Jalur Gaza, disamping menegaskan mereka mendukung persatuan dan stabilitas Yaman juga menyerukan dialog nasional antara berbagai faksi di Yaman.
Pernyataan Hamas mungkin menggunakan bahasa diplomatik hati-hati, tapi ini adalah kali kedua organisasi itu telah keras menentang Iran dalam waktu yang relatif singkat.
Pertama kali adalah dua tahun yang lalu, ketika Hamas menyatakan dukungan bagi mujahidin Sunni dalam perang sipil di Suriah. Kelompok ini secara efektif membalikan dukungannya pada Assad dan rezimnya di Suriah - sekutu paling penting Iran - dan ini dibayar mahal Hamas: dengan pejabat politbureau mereka dipaksa untuk meninggalkan Damaskus, dan hubungan dengan Iran dan militan Syi'ah Hizbullat masuk kedalam kebekuan.
Dalam beberapa bulan terakhir, bagaimanapun, telah mencairnya hubungan antara Hamas dan Iran, meskipun tampaknya bahwa sikap Hamas di Yaman akan sekali lagi memiliki implikasi besar bagi hubungan antara Gaza dan Teheran. Dalam pernyataannya, Hamas juga memilih untuk berdiri dengan Qatar, yang saat ini merupakan donor utama bagi upaya rekonstruksi Gaza.
Arab Saudi dan negara-negara Teluk, disertai dengan beberapa negara Sunni lainnya, melancarkan serangan militer untuk menghancurkan pemberontak Syi'ah Houtsi di Yaman dan mengembalikan presiden Abdu Rabbu Mansour ke kekuasaan. Operasi militer itu kembali membagi negara-negara di Timur Tengah, dengan Syi'ah dan sekutu mereka mendukung Teheran, dan Muslim Sunni yang mendukung Riyadh seperti yang terjadi pada perang di Suriah.(st/ynet)