ANKARA, TURKI (voa-islam.com) - Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu telah mengecam komentar kontroversial Paus Francis baru-baru ini, di mana ia menggunakan kata "genosida" atau pembunuhan massal untuk menggambarkan korban tewas orang Armenia pada tahun 1915.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada hari Ahad (11/4/2015), Davutoglu mengatakan Paus membuat komentar "tidak pantas" dan "sepihak", menambahkan, "Kami harapkan para pemimpin agama untuk menyerukan perdamaian. Membuka arsip bagi mereka yang hatinya tertutup tidak ada gunanya. "
Perdana menteri Turki itu lebih lanjut mencatat bahwa sikap terbaru Paus 'adalah bertentangan dengan posisinya sebelumnya selama kunjungan November ke Turki dan menyatakan harapan untuk merevisi sikapnya.
Ketegangan meningkat antara Ankara dan Vatikan setelah kepala Gereja Katolik Roma berusia 78-tahun itu menyebut pembunuhan pasukan Armenia oleh pasukan Ottoman (baca; Utsmaniyah) selama Perang Dunia I sebagai "genosida pertama abad ke-20."
"Kita ingat satu abad peristiwa tragis, bahwa pembantaian besar dan kekejaman tidak masuk akal yang leluhur Anda harus hadapi" katanya pada kerumunan jemaat di Basilika Santo Petrus hari Ahad.
Menanggapi hal tersebut, Turki menarik duta besarnya untuk Vatikan untuk konsultasi, dengan Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pernyataan Paus Francis adalah "tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum dan sejarah."
Dalam akun Twitter-nya pada hari Ahad, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu juga mengecam komentar Paus sebagai "tidak dapat diterima" serta "jauh dari kebenaran sejarah dan hukum."
Armenia mengklaim hingga 1,5 juta dari kerabat mereka tewas antara 1915 hingga 1917 ketika Kekaisaran Ottoman jatuh berantakan, dan telah lama berusaha untuk memenangkan pengakuan internasional dari pembunuhan itu sebagai genosida.
Bagaimanapun Turki menolak klaim tersebut, berpendapat bahwa hanya 300.000 sampai 500.000 orang Armenia dan banyak juga orang Turki yang tewas dalam perang saudara ketika Armenia bangkit melawan penguasa Ottoman dan berpihak pasukan agresor Rusia. (st/ptv)