PARIS, PRANCIS (voa-islam.com) - Sebuah kelompok hak asasi manusia internasional mengatakan bahwa pasukan keamanan Mesir menggunakan pelecehan seksual pada skala besar-besaran terhadap para tahanan anti-pemerintah untuk "melenyapkan protes publik."
Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) yang berbasis di Paris mengatakan dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Selasa (19/5/2015) bahwa telah terjadi lonjakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh polisi dan pejabat militer sejak penggulingan Presiden Muhammad Mursi oleh militer pada bulan Juli tahun 2013.
"Tapi sejak 3 Juli 2013, telah jelas bahwa mereka juga menargetkan anak-anak, perempuan, gadis-gadis muda dan orang tua dari kedua jenis kelamin," laporan itu terbaca.
Menurut kelompok hak asasi itu, kekerasan seksual telah dilakukan tanpa pandang bulu di pos pemeriksaan, pintu masuk ke universitas, dan di pusat-pusat penahanan selama pemeriksaan keamanan.
Kelompok ini menyoroti kasus di mana para perempuan, yang ditangkap selama protes, "secara teratur mengalami kekerasan seksual dan pelecehan lainnya," termasuk mencopot jilbab mereka dan diseret sepanjang jalan.
Para perempuan Mesir juga telah sewenang-wenang ditahan dan digunakan sebagai alat tawar-menawar oleh pasukan keamanan dalam rangka untuk mendapatkan suami atau ayah mereka untuk mengakui kejahatan yang tidak mereka lakukan.
Di antara kasus-kasus yang disebutkan adalah istri seorang tahanan yang dibawa ke kantor polisi, di mana suaminya ditahan, dan kemudian dipukuli di depannya.
"Mereka mencoba memperkosa saya. Suami saya memohon kepada mereka untuk meninggalkan aku, berteriak, 'biarkan dia pergi, aku akan bicara. "Mereka berkata kepadanya, bicara dulu dan kami akan membiarkan dia pergi setelahnya," kata istri tahanan tersebut.
FIDH mengatakan bahwa korban yang mengajukan pengaduan pelecehan secara sistematis terhalang oleh sistem peradilan dan menghadapi ancaman serta pembalasan oleh pasukan keamanan.
Kelompok hak asasi itu menyerukan pihak berwenang Mesir untuk secara publik mengecam semua kekerasan seksual dan untuk memastikan bahwa korban memiliki akses terhadap keadilan.
Presiden Abdul Fattah al-Sisi, yang memimpin penggulingan Morsi, sesumbar tahun lalu bahwa memerangi kekerasan seksual adalah prioritas. Namun, laporan yang diterbitkan kemudian menunjukkan pemerintah Mesir telah gagal menghentikan, menyelidiki, dan menghukum kekerasan terhadap perempuan dan ada kurangnya keadilan, kompensasi atau bahkan dukungan untuk para korban. (st/ptv)