SINGAPURA (voa-islam.com) - Singapura telah menahan dua pria yang dituduh pemerintah pada hari Rabu (30/9/2015) berencana untuk melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan Daulah Islam (IS).
Mohamed bin Mohamed Shamin Sidek, 29, dan Muhammad Harits Jailani, 18, ditahan pada bulan Agustus di bawah hukum keamanan internal (ISA), yang memungkinkan penahanan tanpa pengadilan, Kementerian Dalam Negeri mengatakan.
Keduanya teradikalisasi secara online dengan mengakses materi propaganda dari IS, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
Shamin awalnya dipenjara selama tiga bulan pada Mei karena "menghasut kekerasan agama" melalui postingannya yang pro-IS di media sosial, kata kementerian itu.
Dia kembali ditahan di bawah Internal Security Act setelah ia terus mengungkapkan dukungan untuk IS saat di penjara, dan investigasi menunjukkan ia berencana untuk melakukan perjalanan ke Suriah setelah ia telah mengumpulkan cukup uang untuk membiayai perjalanan tersebut.
"Dia juga telah memutuskan bahwa jika ia tidak dapat bergabung ISIS, ia akan mempertimbangkan untuk berjuang bersama kelompok militan (baca;jihad) regional yang ia dianggap selaras dengan ISIS," kata kementerian itu, mengacu pada nama lain sebelumnya yang digunakan IS.
Tersangka lainnya, Harits, "siap untuk dilatih oleh ISIS untuk melawan dan membunuh musuh kelompok tersebut, dan mati dalam proses itu," kata kementerian itu.
Harits mengumpulkan informasi untuk bepergian ke Suriah dan mencoba untuk merekrut orang lain untuk bergabung dengan dia, tambahnya.
Pernyataan pemerintah menunjukkan tidak ada hubungan langsung antara dua individu tersebut.
"Penahanan dari Shamin dan Harith menggarisbawahi ancaman gigih ISIS dan ancaman yang ditimbulkan oleh warga Singapura yang teradikalisasi," kata kementerian itu.
"Pemerintah mengambil pandangan yang sangat serius dari setiap bentuk dukungan bagi terorisme."
Ribuan pejuang dari seluruh dunia, termasuk individu-individu dari Asia Tenggara, telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung IS, dan pemerintah daerah takut mereka ini bisa menjadi ancaman terhadap negara masing-masing setelah kembali. (st/AFP)