CAIRO (voa-islam.com) – Peserta pemilu parlemen 'abal-abal' alias 'palsu' di Mesir hanya sedikit rakyat yang memberikan suara, dan malas memberikan suaranya di kotak-kota suara, Minggu, 18/10/2015.
Diktator dan pembunuh Marsekal Abdel Fattah al-Sisi, memuji pemilu pertama di era pemerintahannya sebagai tonggak di jalan menuju demokrasi, tapi para pengamat politik hanya mengatakan pemilu parlemen, pemilu hanya 'stempel' rezim yang tangannya bergelimang darah rakyatnya.
Sebagian besar kekuatan oposisi menolak ikut dalam pemilu yang digelar al-Sisi, dan para oposisi mau ikut dalam pemilu bila digelar dengan bebas, seperti sebelum kudeta tahun 2013.
Ini pemilu 'abal-abal' yang digelar di Mesir, setelah terbentuk parlemen yang merupakan hasil pemilu yang demokratis, Juni 2012, yang kemudian hasil pemilu dibatalkan oelh pengadilan, di mana anggota parlemen yang mayoritas dimenangkan oleh Ikhwanul Muslimin dan Salafi, dan kemudian mengubah Konstitusi Mesir, dan menjadi Syariah Islam, sebagai sumber hukum tertinggi di Mesir. Ini merupakann produk parlemen Mesir, yang sangat bersejarah, paska rezim Mubarak, yang digulingkan 2011, oleh gerakan rakyat Mesir.
Di tempat pemungutan suara (TPS), hanya sedikit antusiasme, sangat kontras dengan pemilu saat, adanya kebebasan di mana para pemilih yang mendukung para tokoh aktifis Islam yang mendominasi pada tahun 2012.
Kebanyakan pemilih adalah pendukung diktator al-Sisi, yang telah menciptakan pembunuhan secara keji terhadap para pendukung Mursi dan anggaota Ikhwan, dan al-Sisi terus melakukan kejahatan kemanusiaan di Mesir, dan sekarang berpura-pura ingin menjadi seorang demokrat. Ini palsu.
Pada sore hari di lingkungan Kairo kelas pekerja dari Gezirat al-Dahab, seorang hakim di sebuah TPS mengatakan hanya sekitar 10 persen dari 9.000 pemilih terdaftar memberikan suaranya ke kota suara.
Tentara dan polisi berjaga-jaga di luar sebuah TPS di sebuah sekolah di pinggiran Kairo, di mana hanya ada sekitar 30 orang memberikan suara.
"Saya ingin pemuda ikut memilih. Kami membutuhkan darah baru," kata Fatma Farag, seorang wanita tua.
Tapi, lingkungan kota-kota besar di Mesir, anak-anak muda tidak tertarik dengan pemilu palsu yang digelar oleh al-Sisi, hanya menutupi kejahatannya. Di lingkungan berpenghasilan rendah Boulaq al-Dakrour Kairo, ada banyak spanduk kampanye, tapi jauh lebih banyak polisi, dibandingkan orang yang memberikan suara di TPS.
Dengan gerakan oposisi terbesar Mesir yang digerakan oleh Ikhwanul Muslimin, kecuali sekuler, beberapa analis memperkirakan jumlah pemilih tak akan melebihi sepertiga dari jumlah pemilih yang menggunakan haknya.
Tantangan
Sisi menghadapi banyak tantangan, termasuk kemiskinan yang meluas, krisis energi, pengangguran yang tinggi dan serangan oleh gerilyawan yang telah menewaskan ratusan tentara dan polisi sejak jatuhnya Mursi dan merugikan industri pariwisata penting.
Dia mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok oposisi lainnya untuk mengusir Mursi dengan menjanjikan pemungutan suara parlemen yang cepat. Pemilu, berulang kali ditunda, sekarang akan berlangsung selama dua putaran pada 18-19 Oktober dan 22-23 November.
Minggu ini, pemilih memberikan suara mereka di 14 wilayah termasuk kota kedua Mesir dari Alexandria di pantai Mediterania dan Giza, sebuah provinsi yang meliputi bagian dari Kairo barat Sungai Nil, rakyat tidak tertarik memberikan suara. (sasa/aby/voa-islam.com)