View Full Version
Selasa, 22 Dec 2015

Wakil Kepala Biro Politik Hamas Ismail: Gerakan Intifada Perlu Diperkuat

YERUSSALEM (voa-islam.com) – Masjid   Al-Aqsa   tidak   akan   bisa   dibagi   secara spesial seperti   apa   yang   terjadi   dengan   cara   bagaimana   Masjid   Ibrahimi   di   Hebron telah dibagi,   demikian   pernyataan Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh yang juga adalah   mantan   Perdana   Menteri   Palestina periode 2006-2007, hari Kamis (17/12/2015).

Selama   Pidato   di   Konferensi Ilmiah Yerusalem ke- 9 di Gaza, Ismael Haniyeh mengatakan bahwa banyak kehidupan yang dikorbankan   demi   Al-Aqsa,   dan   pendudukan Israel   tidak   memiliki   kewenangan   atasnya. Dia  menekankan   bahwa   Al-Aqsa   tidak akan   bisa dibagi, baik   sementara   waktu   maupun dalam   hal   pembagian ruang.

“Pemberontakan merupakan   akhir   dari sebuah fase   dan   awal   dari   sebuah   fase   baru,   yang   mungkin   berakhir   dengan   pembebasan   Al-Aqsa   dan     tanah   Palestina ,” kata   salah   satu   petinggi HAMAS ini.

“Semangat untuk   mati   syahid   sekarang   sedang berlaku di kalangan   pemuda,” tambahnya.

Haniyeh   mencatat   bahwa   pemberontakan   pecah   untuk   mencapai   tujuan     nasional kebebasan,   kemandirian   dan   memenuhi   hak   rakyat Palestina   kembali.   Dia mengatakan   bahwa   Intifada   telah   mengatasi   kendala   seperti     tekanan   politik   dan represi   Israel.

Gerakan   Intifada di   Yerusalem   perlu   diperkuat   melalui   kerja 4   hal   secara   parallel :   1) memperdalam pemberontakan, 2) memiliki chip berdaya tawar untuk   melindunginya, 3) mengembangkan gerakan Intifada ke   lebih   banyak   lokasi dan, 4)   memobilisasi   lebih   banyak   orang   untuk   berpartisipasi di   dalamnya, jelasnya.

Haniyeh mengatakan   bahwa kerja poin ke-2 dapat diwujudkan dengan memperkuat persatuan   nasional, dan   ia menyerukan   digelarnya   Kerangka Kepemimpinan Sementara   Organisasi   Pembebasan   Palestina,   sehingga   dapat   membahas   strategi nasional   Palestina   dan   cara-cara   untuk   mendukung dan   mengembangkan pemberontakan.

Pada   poin ke-3,   ia mengatakan   bahwa   hal   itu   bisa   dicapai   dengan     memperkuat ikatan   dengan   bangsa   Arab dan   Muslim. Poin ke-4, lanjutnya,   adalah     tentang berinteraksi lebih lanjut dengan masyarakat internasional   dan mengembangkan   jaring pengaman   internasional   yang   kuat   untuk   melindungi gerakan Intifada   tersebut.

Mengutip, Sumber   media   Israel   pada     pertengahan   bulan   September   lalu yang   menerbitkan pernyataan   berikut : “Pemerintah Netanyahu   telah   memutuskan   untuk   menerapkan   keputusan pembagian Al-Aqsa dalam 2 tahap:   tahap pertama, adalah untuk membatasi   kehadiran warga Palestina   dengan   menargetkan dan   menangkap   Ulama   serta para mahasiswa   karena   mereka   dianggap sebagai ancaman demografi   menurut   pasukan   keamanan   Israel.

Tahap kedua, akan   mencakup pemberlakuan   jam kunjungan   setiap hari   di mana   orang-orang   Yahudi   bisa   masuk   Al-Aqsa. Dan Warga Palestina akan dilarang masuk Al-Aqsa selama   Yahudi berada di dalam Al-Aqsa. Untuk diketahui, bahwa   peraturan seperti   ini   sebelumnya   telah   diterapkan   pada   Masjid   Ibrahimi   di kota Hebron. ”

Jika   kita   (Warga Palestina) mematuhi   kebijakan   pemerintah   Netanyahu,   kita   akan menemukan   diri kita di   tengah-tengah fait accompli   baru   yang menghalangi Muslim   dari   hak dasar   mereka   untuk   beribadah   di   Masjid   Al-Aqsa pada   setiap jam setiap harinya.

Ini   adalah hak   mendasar yang   sama   bahwa   semua umat   Muslim   di   Masjidil   Haram kota Mekkah al-Mukarromah atau Masjid Nabawi   di kota Madinah al-Munawwaroh.

Sebagaimana   diketahui, Masjid   Al-Aqsa   adalah Masjid   tersuci   ke-3   dalam   tradisi Islam   dan   kesempatan   untuk mengunjungi   Al-Aqsa   sama   pentingnya   bagi   umat   Islam   sebagai     perjalanan   ke 2 Masjid suci di   wilayah Arab Saudi itu.

Pada   hari   Minggu (13/09/2015)   di   bulan September   lalu, serangan   IDF (Israel Defense Forces)   pada   jamaah   di Al-Aqsa   telah meluas   dan menjadi   brutal;   hampir 100   orang   terluka   selama   serangan pasukan keamanan Israel itu.   Beberapa     jendela   Masjid al-Aqsa   hancur   dan   polisi   Israel   telah bertindak diluar batas untuk   menangkap     sejumlah   jamaah   di dalam   Masjid.

Pada   Senin malam (14/09/2015),   polisi   Israel   dan   pasukan   militernya   menyerang     jamaah untuk ke-2   kalinya,   yang   menyebabkan 5   jamaah terluka     parah   dan     penangkapan   banyak jamaah Al-Aqsa   lainnya.   Tampak   terlihat   bahwa   pasukan   pertahanan dan   polisi Israel   akan melanjutkan   serangan   mereka   pada   jamaah    sampai   jamaah Al-Aqsa kelelahan   dan     menyerah   pada   status quo   baru.

Dalam   konteks   yang   sama,   Menteri   Pertahanan   Israel   Moshe   Ya’alon   telah memperingatkan   terhadap   bahaya   menargetkan dan   menangkap para   mahasiswa,   dosen dan Ulama,   yang   menegaskan   pernyataan   media   Yahudi     bahwa   Netanayahu   secara pribadi   mendorong   untuk   pelaksanaan   pembagian   Masjidil   Aqsa.

Akan   muncul   bahwa   tahap   kedua   dari    rencana     Israel   diatur   untuk   mengambil   tempat secara   bersamaan   dengan   strategi   tahap pertama;   Pasukan   polisi   Israel   saat   ini     melarang jamaah   Muslim   dari   memasuki   Masjid   Al-Aqsa   dari   jam   07:00 sampai   11:00   sebelum   waktu Shalat   Dhuhur.   slot   waktu   yang   baru ini adalah   waktu   yang   ditetapkan   untuk jamaah   Yahudi.

Sheikh   Omar   Al-Kaswani,   Kepala Syekh     dan Direktur   Masjid   Al-Aqsa,   mengatakan   bahwa polisi   Israel   telah   mengunci   pintu   utama   Masjid   dengan   rantai   dalam   upaya   untuk menjebak   jamaah   didalam.   Syeikh   Kaswani   juga   menyatakan   bahwa   pasukan   polisi     Israel menduduki   atap   Masjid   serta   platform   yang   ada   disekitarnya.

Seperti   yang diharapkan, reaksi   masyarakat   pan-Arab   telah   mengungkapkan     kekecewaan     dan   kemarahan   mereka   kepada   masyarakat   Internasional.   Kerajaan   Arab Saudi telah     berjanji bahwa ia akan   mempertahankan   Masjid Al-Aqsa   dan   harus   siap   menghadapi     setiap agresi Israel , dan   Universitas   Al-Azhar   di Kairo   mengeluarkan   pernyataan   yang   ditujukan     pada   pasukan   Israel     memperingatkan   mereka   dari   serangan     balik   dan   kemarahan   Muslim. [iz/panjimas]


latestnews

View Full Version