RIYADH, ARAB SAUDI (voa-islam.com) - Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir mengatakan hari Ahad (14/2/2016) bahwa upaya Rusia untuk mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak akan berhasil dalam menjaga dirinya tetap berkuasa.
Jubeir mengatakan dalam konferensi pers di Riyadh bahwa upaya sebelumnya untuk menopang Assad, termasuk oleh Iran telah "gagal".
"Sekarang, (Assad) telah meminta bantuan Rusia, yang akan gagal untuk menyelamatkannya," katanya, seraya mendesak Moskow untuk "mengakhiri operasi udara terhadap pejuang oposisi Suriah yang moderat."
Rusia, sekutu terdekat Assad bersama Iran mulai melakukan serangan udara pada bulan September, menargetkan seluruh kelompok pejuang oposisi Suriah baik dari faksi-faksi Islam maupun kelompok sekuler yang didukung oleh Barat.
Analis percaya intervensi militer Rusia di Suriah telah memberikan Assad nyawa baru dan telah sangat mencemaskan Barat.
Tapi Jubeir, yang negaranya merupakan salah satu pendukung oposisi Suriah utama, Mengatakan bahwa "tidak mungkin bagi seorang pria di belakang pembunuhan 300.000 orang yang tidak bersalah ... untuk tetap" dalam kekuasaan.
Kepergian Assad "adalah masalah waktu ... cepat atau lambat, rezim ini akan jatuh, membuka jalan untuk membangun sebuah Suriah baru tanpa Bashar Al-Assad", kata Jubeir.
Dia mendesak rezim Suriah untuk "sesegera mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke seluruh bagian Suriah, mengakhiri serangan militer terhadap warga sipil yang tidak bersalah ... (dan) memulai transisi politik di Suriah."
Sebuah Kelompok Negara Pendukung Suriah terdiri dari 17 negara, diketuai oleh Rusia dan Amerika Serikat, Jum'at sepakat mengupayakan sebuah "penghentian permusuhan" dalam waktu sepekan dan secara dramatis membuka jalan akses kemanusiaan ke kota-kota yang terkepung.
Para kritikus mengatakan kesepakatan itu tertatih-tatih oleh fakta itu tidak termasuk kelompok jihad yang dicap sebagai "teroris" seperti Daulah Islam (IS) dan afiliasi Al-Qaidah Jabhat Al-Nusrah, meninggalkan ruang bagi Rusia untuk melanjutkan serangan terus menerus dengan mengklaim itu menargetkan teroris.
Perjanjian tersebut diikuti dengan serangan besar-besaran oleh pasukan pemerintah Suriah, yang didukung oleh pemboman berat pasukan Rusia dan Iran, di kubu pejuang oposisi di Aleppo yang tidak berhenti. (st/tds)