KAIRO, MESIR (voa-islam.com) - Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi pada hari Rabu (24/2/2016) akhirnya mengakui untuk pertama kalinya bahwa "terorisme" yang menyebabkan jatuhnya pesawat Rusia di Semenanjung Sinai pada bulan Oktober yang menewaskan 224 orang.
"Apakah terorisme berakhir? Tidak ... Siapa pun yang menjatuh pesawat itu, apa yang dia inginkan? Hanya untuk menghantam pariwisata? Tidak.. Untuk menghantam hubungan. Untuk menghantam hubungan dengan Rusia," kata Sisi dalam pidatonya.
Sisi sebelumnya membantah sebuah pernyataan Islamic State (IS) bahwa mereka menjatuhkan pesawat itu pada 31 Oktoberlalu, menyebutnya sebagai "propaganda".
Kelompok afiliasi IS di Mesir, "Wilayat Sinai" mengatakan mereka menyelundupkan sebuah bom di dalam pesawat di bandara Sharm El-Sheikh, sebuah resor Sinai yang populer dengan pelancong asal Rusia.
Rusia telah dengan cepat menyimpulkan bahwa bom yang menjatuhkan pesawat itu, dan menangguhkan penerbangan ke Mesir.
Inggris juga menghentikan penerbangan ke Sharm el-Sheikh.
Serangan itu memberi kemunduran besar untuk Sisi, yang telah bersusah payah untuk menghidupkan kembali industri pariwisata negara itu dan memaksakan kontrol atas Semenanjung Sinai yang bergolak.
Mujahidin di Sinai telah membunuh ratusan polisi dan tentara sejak Abdel Fattah al-Sisi, mantan panglima militer yang saat ini mejabat presiden, menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada tahun 2013.
Mesir telah membentuk sebuah komite untuk menyelidiki serangan tersebut, dan sebelumnya bersikeras mengizinkan untuk menyelesaikan pemeriksaan sebelum kesimpulan dibuat. Media-media Mesir telah menolak anggapan bahwa bom adalah penyebab sebagai bagian dari "konspirasi" Barat yang ditujukan untuk merugikan sektor pariwisata negara itu.
Pesawat A321, yang dioperasikan oleh Rusia Metrojet dan menuju Saint Petersburg, meledak di udara di atas Sinai, beberapa menit setelah lepas landas.
Reruntuhan pesawat itu jatuh berserakan beberapa kilometer di utara Sinai - benteng IS cabang Mesir.
Kelompok itu mengatakan mereka membom pesawat tersebut sebagai pembalasan atas serangan udara Rusia di Suriah.
Pada 17 November, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa para penyelidik Rusia telah menemukan bukti bom di pesawat, dan bersumpah untuk menghukum para penyerang.
"Kami akan mencari mereka di mana saja mereka mungkin bersembunyi. Kami akan menemukan mereka di setiap bagian dari dunia ini dan menghukum mereka," sesumbarnya.
Kepala keamanan Rusia Alexander Bortnikov mengatakan jet penumpang itu dijatuhkan oleh sebuah bom dengan kekuatan setara dengan satu kilogram dari TNT.
Mesir sejak kejadian itu telah menyewa sebuah perusahaan Inggris untuk meninjau keamanan di bandara, termasuk prosedur untuk memeriksa penumpang dan bagasi, dan peralatan keamanan di bandara. (st/an)