AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Seorang utusan khusus PBB hari Rabu (23/3/2016) mengumumkan gencatan senjata di Yaman akan berlaku pada tanggal 10 April disusul sepekan kemudian dengan pembicaraan damai baru, meningkatkan harapan untuk terobosan dalam perang yang telah membawa negara Arab miskin itu porak-poranda.
Yaman telah dicengkeram oleh kekerasan sejak September 2014, ketika pemberontak Syi'ah Houtsi kaki tangan Iran menyerbu ibukota Sana'a dan memaksa pemerintah yang diakui secara internasional untuk melarikan diri ke selatan ke kota kedua Aden.
"Pihak-pihak yang terlibat konflik telah sepakat untuk penghentian permusuhan nasional yang dimulai 10 April tengah malam sebelum putaran mendatang dari pembicaraan damai, yang akan berlangsung pada 18 April di Kuwait," kata Ismail Ould Cheikh Ahmed dalam sebuah konferensi pers di New York.
Arab Saudi meluncurkan sebuah koalisi negara-negara Arab pada bulan Maret 2015 untuk mendorong kembali pemberontak Syi'ah Houtsi yang menyapu turun dari kubu mereka di utara Saada dan menguasai ibukota Sana'a, memaksa Hadi ke pengasingan di Riyadh.
Para pemimpin Arab melihat gerakan Syi'ah Houtsi yang didukung oleh saingan regional mereka Republik Syi'ah Iran sebagai ancaman, dan mereka mengatakan mereka tidak akan membiarkan pengaruh Iran tumbuh di Yaman, sebuah negara berpenduduk mayoritas Sunni yang berbagi perbatasan darat panjang dengan Arab Saudi.
Selama 12 bulan terakhir, pertempuran sengit telah menewaskan hampir 9.000 warga sipil menurut PBB, yang telah melaporkan bahwa lebih dari 80 persen dari 25 juta orang di negara itu sekarang memerlukan beberapa bentuk bantuan kemanusiaan.
Sebelumnya negosiasi antara pemberontak dan pejabat pemerintah yang disponsori PBB gagal mencapai terobosan, sementara gencatan senjata mulai berlaku pada tanggal 15 Desember tapi itu berulang kali dilanggar dan koalisi yang dipimpin Saudi mengumumkan mengakhiri gencatan senjata pada 2 Januari.
Bulan lalu utusan PBB memperingatkan bahwa pihak yang bertikai tidak dapat menyepakati istilah untuk putaran baru perundingan damai, tetapi perbedaan mereka tampaknya telah diatasi.
"Tujuannya adalah untuk mencapai kesepakatan yang akan mengakhiri konflik dan memungkinkan dimulainya kembali dialog politik inklusif," kata Cheikh Ahmed, Rabu, mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah melakukan diskusi yang intens dengan pemerintah yang diakui secara internasional dan para pemberontak.
Negosiasi tatap muka sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2216, yang menyatakan bahwa pemberontak harus menarik diri dari wilayah yang mereka rebut dan dilucuti.
Bagaimanapun, resolusi itu tidak pernah dipatuhi oleh pemberontak Syi'ah Houtsi. (st/ptv)