ADEN, YAMAN (voa-islam.com) - Pemerintah Yaman mengatakan pada hari Kamis (23/6/2016) bahwa pemberontak Syi'ah Houtsi harus mundur dari semua wilayah yang mereka telah caplok sejak 2014 dan menyerahkan kembali kontrol lembaga negara menjelang penyelesaian politik.
Pernyataan dari delegasi pemerintah pada pembicaraan perdamaian di Kuwait tersebut merupakan pukulan baru untuk proposal yang diajukan oleh mediator PBB dalam upaya untuk menutup kesenjangan antara pihak yang bertikai.
Pada hari Rabu, delegasi pemberontak kaki tangan Iran itu mengatakan meraka tidak akan menanda tangani kesepakatan tentang isu-isu militer dan keamanan sampai ada kesepakatan tentang sebuah konsensus presiden dan pemerintah persatuan nasional untuk mengawasi transisi.
Roadmap perdamaian yang diajukan oleh utusan PBB Ismail Ould Cheikh Ahmed mengusulkan pembentukan pemerintah persatuan seiring dengan penarikan dan pelucutan senjata dari pemberontak, meskipun ia mengakui perbedaan utama antara kedua belah pihak pada sequencing mereka.
Delegasi pemerintah mengatakan "tidak ada yang telah disepakati" dalam dua bulan perundingan di Kuwait.
"Tidak akan ada pembicaraan pengaturan politik apapun sebelum milisi (Houtsi) -benar-benar mundur dan menyerahkan senjata-senjata mereka, dan instansi-instansi dan lembaga-lembaga negara dikembalikan ke pemerintah yang sah," katanya.
"Setiap kemitraan politik di masa depan harus antara partai politik dan kelompok-kelompok yang tidak memiliki milisi."
Meskipun intervensi militer selama 15-bulan yang dipimpin Saudi dalam mendukung pemerintahan Presiden Abdu Rabbu Mansour Hadi, para pemberontak dan sekutu mereka yang disokong Syi'ah Iran tetap mengendalikan sejumlah bagian wilayah negara berpenduduk mayoritas Sunni Yaman yang mereka telah caplok sejak 2014, termasuk ibu kota Sanaa.
Lebih dari 6.400 orang telah tewas sejak intervensi dimulai, mayoritas dari mereka warga sipil, dan telah ada tekanan internasional untuk mengakhiri konflik. (st/MEE)