View Full Version
Ahad, 26 Jun 2016

Ketegangan Agama Meningkat di Bago Myanmar setelah Penghancuran Masjid oleh Teroris Budha

BAGO, MYANMAR (voa-islam.com) - Puluhan polisi dikerahkan untuk menjaga sebuah desa di Myanmar tengah di mana ketegangan agama meninggi setelah para teroris Budha Myanmar menghancurkan sebuah masjid, pihak berwenang mengatakan Sabtu (25/6/2016).

Ini merupakan yang gejolak kekeradan anti-Muslim terbaru di Myanmar, yang telah melihat serangan sporadis dari pertumpahan darah agama sejak 2012.

Kekerasan terbaru meletus pekan ini ketika 200 teroris Budha yang marah  mengamuk di sebuah desa Muslim di provinsi Bago menyusul perdebatan antara tetangga atas pembangunan sebuah sekolah Islam.

Own Lwin, kepala polisi setempat, mengatakan suasana tetap tegang hari Sabtu dengan sekitar 100 polisi dikerahkan untuk menjaga perdamaian.

"Tadi malam, 50 polisi menjaga desa untuk mempersiapkan rumor bahwa mungkin ada lagi kerusuhan. Sekarang kita telah menyiapkan pasukan polisi hingga 100 petugas," katanya kepada AFP, dengan menambahkan bahwa tidak ada penangkapan yang telah dilakukan atas terhadap para pelaku penghancuran mesjid.

Win Shwe, sekretaris Masjid, mengatakan kepada AFP bahwa warga Muslim takut atas keselamatan mereka dan berencana untuk pindah ke kota terdekat sampai ketegangan mereda.

"Situasi kami tidak aman dan sekarang kami berencana untuk meninggalkan desa ... Kami masih merasa takut," katanya kepada AFP.

Sentimen anti-Muslim meningkat di seluruh Myanmar dalam beberapa tahun terakhir, dengan wabah kekerasan mengancam mengurai keuntungan demokratis sejak mantan junta militer mengundurkan diri dari kepemimpinan negara itu pada tahun 2011.

Kekerasan agama terburuk melanda Myanmar tengah dan barat negara bagian Rakhine, yang merupakan rumah bagi warga negara tak diakui, minoritas Muslim Rohingya, dengan puluhan ribu di antaranya masih merana di kamp-kamp pengungsian setelah kerusuhan.

Para Biksu teroris dan nasionalis Budha secara keras menentang langkah untuk mengakui Rohingya sebagai minoritas resmi dan bersikeras menyebut mereka "Bengali" - istilah untuk imigran ilegal dari perbatasan dengan Bangladesh.

Suu Kyi, seorang juara vokal untuk hak asasi manusia, telah dikritik karena kebungkamannya dan tidak mengambil sikap yang lebih kuat pada Rohingya atau pelanggaran kekerasan yang mereka hadapi.

Bulan ini PBB memperingatkan bahwa pelanggaran terhadap kelompok itu bisa mencapai "kejahatan terhadap kemanusiaan".

Suu Kyi, Pemerima Hadiah Nobel Perdamaian, kini memimpin pemerintahan sipil pertama Myanmar dalam beberapa dekade, telah meminta "ruang" sementara pemerintahannya berusaha untuk membangun kepercayaan antara komunitas agama. (st/AFP)


latestnews

View Full Version