BAGHDAD, IRAK (voa-islam.com) - Perdana Menteri Syi'ah Irak Haider al-Abadi, hari Senin (17/10/2016) mengumumkan dimulainya serangan untuk merebut kembali Mosul, benteng terbesar terakhir Islamic State (IS) di Irak.
"Saya mengumumkan hari awal operasi heroik untuk membebaskan Anda dari teror dan penindasan Daesh," katanya dalam pidato di televisi pemerintah, menggunakan akronim bahasa Arab untuk Islamic State.
"Kami akan segera bertemu di tanah Mosul untuk merayakan pembebasan dan keselamatan Anda," sesumbarnya, dikelilingi oleh komandan tingkat atas angkatan bersenjata.
Serangan di Mosul didukung oleh koalisi pimpinan AS dan bisa menjadi salah satu operasi militer terbesar di Irak sejak invasi pimpinan AS tahun 2003 yang menggulingkan Saddam Hussein.
Mosul adalah benteng besar terakhir dari IS di Irak. Dengan populasi pra-perang sekitar 2 juta, kota Irak utara adalah kota terbesar yang telah dikendalikan IS.
Pada tahun 2014, pemimpin Islamic State Syaikh Abu Bakr al-Baghdadi mengumumkan berdirinya "khilafah" yang membentang di Irak dan negara tetangga Suriah dari Masjid Agung Mosul dan menyatakan dirinya sebagai khalifah.
Abadi mengklaim bahwa hanya tentara dan polisi Irak yang akan diizinkan untuk memasuki kota mayoritas Sunni tersebut, berusaha menghilangkan kekhawatiran bahwa operasi itu akan berubah menjadi pertumpahan darah sektarian bila milisi brutal Syi'ah turut masuk ke kota.
Politisi Sunni lokal dan negara-negara Sunni-mayoritas daerah termasuk Turki dan Arab Saudi memperingatkan bahwa membiarkan milisi Syi'ah mengambil bagian dalam serangan bisa memicu kekerasan sektarian. Hal ini telah terjadi sebelumnya pada kota-kota Sunni lain di Anbar seperti Ramadi serta Fallujah dan yang lain.
"Pasukan yang memimpin operasi pembebasan adalah tentara dengan pasukan polisi berani Irak," klaim Abadi. "Mereka akan memasuki kota dan tidak ada orang lain." (st/Reuters)