YANGON, MYANMAR (voa-islam.com) - Myanmar telah menentang seruan oleh negara-negara Muslim untuk menghentikan kekejaman terhadap Muslim Rohingya, malah mengecam Malaysia karena menjadi tempat pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Pada pertemuan luar biasa OKI di Kuala Lumpur, Kamis (19/1/2017), perdana menteri Malaysia menyerukan Myanmar untuk mengakhiri tindakan keras terhadap Muslim Rohingya dan menghentikan "kekejaman yang tak terkatakan" terhadap mereka.
Kementerian Myanmar Luar Negeri pada Sabtu mengatakan mereka "menyesalkan" bahwa Malaysia telah menyerukan pertemuan darurat untuk membahas nasib Rohingya.
Kementerian negara itu menuduh Malaysia mengeksploitasi krisis "untuk mempromosikan agenda politik tertentu" dan mengabaikan dugaan upaya pemerintah Myanmar untuk mengatasi krisis.
Militer Myanmar mulai tindakan lebih keras di negara bagian Rakhine setelah serangan terhadap penjaga perbatasan negara itu pada tanggal 9 Oktober yang menewaskan sembilan polisi, yang pemerintah salahkan pada Rohingya.
Ada laporan bahwa sedikitnya 400 orang telah tewas, lebih dari 2.500 rumah, masjid, dan sekolah agama dihancurkan, dan tiga desa benar-benar diratakan selama pengepungan militer.
Pemerintah Myanmar juga telah memblokir akses kemanusiaan dan media ke Rakhine yang merupakan rumah bagi sekitar 1,1 juta Rohingya.
Muslim Rohingya telah mengalami eksekusi, pemerkosaan, dan serangan pembakaran sejak Oktober, menurut pengungsi dan kelompok hak asasi.
Dalam pertemuan itu, OKI yang mewakili 57 negara meminta PBB untuk campur tangan di negara bagian Rakhine, di mana mereka mengatakan eskalasi kekerasan terhadap Muslim Rohingya dapat menyebabkan "genosida."
Utusan khusus organisasi itu untuk Myanmar, Syed Hamid Albar, mengatakan badan dunia harus bertindak untuk menyelesaikan konflik, yang tidak lagi menjadi masalah internal tetapi keprihatinan internasional.
"Kami tidak ingin melihat genosida lain seperti di Kamboja atau Rwanda," katanya kepada Reuters. "Masyarakat internasional hanya mengamati, dan berapa banyak orang meninggal? Kami memiliki pelajaran dari masa lalu bagi kita untuk belajar dari dan melihat apa yang bisa kita lakukan."
Pada hari Jum'at, seorang penyelidik hak asasi manusia PBB mengecam kampanye Myanmar dan menyerukan militer untuk menghormati hukum dan hak asasi manusia.
Banyak umat Budha Myanmar menyebut kelompok minoritas Muslim Rohingya sebagai Bengali, singkatan untuk imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh, meskipun Muslim Rohingya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
PBB menggambarkan Rohingya sebagai salah satu komunitas yang paling tertindas di seluruh dunia.
Perdana Menteri Malaysia yang mayoritas Muslim telah menjadi kritikus vokal dari pemerintah Myanmar sejak militer negara itu meluncurkan tindakan yang lebih keras lagi pada komunitas Muslim di negara bagian Rakhine bulan Oktober 2016. (st/ptv)