MOSUL, IRAK (voa-islam.com) - Jumlah korban dalam serangan udara di barat Mosul selama dua pekan terakhir telah meningkat menjadi 511 orang, termasuk 187 anak-anak di bawah usia 15, para pejabat Irak mengatakan.
Serangan di Mosul barat di mana tentara yang didukung AS memerangi Islamic State (IS) saat ini sedang diselidiki oleh pihak berwenang Irak.
"Kami tidak tahu di mana lebih banyak mayat akan muncul karena beberapa telah terlontar beberapa ratusan meter dari lokasi serangan udara tersebut," Laith Sattar dari pasukan pertahanan sipil mengatakan kepada The New Arab Ahad (26/3/2017).
"Sampai saat ini jumlah korban telah mencapai 511. Sekitar 200 mayat tetap tidak teridentifikasi karena parahnya ledakan telah benar-benar menghancurkan wajah mereka," katanya.
Sattar mengatakan bahwa jumlah itu paling mematikan bagi warga sipil sejak invasi AS ke Irak pada tahun 2003.
"Sebuah tim peneliti internasional tiba di lokasi pada hari Ahad pagi tambahnya.
Seorang pejabat militer Irak mengatakan kepada The New Arab bahwa siapa pun yang melakukan serangan itu kemungkinan telah menggunakan senjata yang dilarang secara internasional.
"Enam dari bom tersebut menghancurkan jalan dan tiga lorong-lorong yang berdekatan. Keadaan mayat dan besi hangus menyatu dan kawah yang dalam yang ditinggalkan oleh bom tidak mungkin berasal dari persenjataan normal," pejabat itu, yang berbicara pada kondisi anonimitas , diklaim.
Pembicara parlemen Irak, Salim al-Jubouri, pada hari Sabtu menyatakan keprihatinan tentang dugaan serangan udara.
"Apa yang terjadi di Mosul barat sangat serius, badan keamanan harus menyelidiki alasan mengapa ratusan warga sipil tak berdosa tewas," Jubouri mentweet.
Koalisi AS, yang telah membom IS selama lebih dari dua setengah tahun, mengatakan telah menghantam lokasi di Mosul barat di mana warga sipil dilaporkan tewas.
"Sebuah Tinjauan awal data serangan... menunjukkan bahwa, atas permintaan pasukan keamanan Irak, koalisi menghanam pejuang IS dan peralatan mereka, 17 Maret, di Mosul barat di lokasi yang sesuai dengan tuduhan korban sipil," mereka mengatakan dalam sebuah pernyataan. (st/TNA)