View Full Version
Kamis, 30 Mar 2017

Kelompok Bersenjata Terkait Rohingya Minta Pasukan Penjaga Perdamaian Dikirim ke Rakhine

RAKHINE, MYANMAR (voa-islam.com) - Sebuah kelompok bersenjata yang baru muncul yang terkait Rohingya, yang kini menyebut dirinya Arakan Rohingya Salvation Army (ASRA), telah menyerukan pasukan penjaga perdamaian internasional untuk melindungi minoritas Muslim di negara bagian Rakhine Myanmar.

ASRA, dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (29/3/2017), menyerukan masyarakat internasional untuk mengambil "langkah-langkah yang diperlukan, termasuk mengirim pasukan perdamaian ke Negara bagian Arakan (Rakhine)".

Kelompok itu, yang menyangkal keterkaitan apapun dengan terorisme, menambahkan bahwa mereka telah bertindak untuk "membela, menyelamatkan dan melindungi masyarakat Rohingya di Arakan (Rakhine)".

"Kami memiliki hak yang sah di bawah hukum internasional untuk membela diri sesuai dengan prinsip membela diri," kata pernyataan itu.

Di tempat lain dalam pernyataan, ASRA mengatakan berjuang untuk hak-hak Rohingya lebih lanjut, termasuk kewarganegaraan, dan mengambil "tanah leluhur" mereka.

Pernyataan hari Rabu ditandatangani oleh "panglima tertinggi" Ata Ullah, yang telah muncul dalam beberapa video menuntut hak-hak politik bagi masyarakat etnis Muslim Rohingya.

Pemerintah Myanmar menuduh kelompok itu sebagai teroris yang para pemimpinnya dilatih oleh Taliban di Afghanistan.

Analis konflik di International Crisis Group, bagaimanapun, telah mengatakan bahwa kelompok itu lahir dari kekerasan sektarian yang mengoyak Rakhine pada 2012 dan memaksa ribuan Muslim Rohingya ke kamp-kamp pengungsian.

ASRA sebagian besar tidak diketahui sampai Oktober 2016, ketika serangkaian serangan terhadap pos perbatasan polisi Myanmar di Rakhine utara diklaim oleh kelompok tersebut.

Serangan itu memicu tindakan brutal dan keras baru oleh pasukan pemerintah Myanmar yang menyebabkan ribuan Muslim melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Sejak Oktober 2016, pasukan Myanmar telah melaksanakan tindakan militer keras di Rakhine, di mana masyarakat Rohingya terutama tinggal.

Setidaknya 75.000 Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak itu, menurut PBB.

Penyelidik PBB, yang mewawancarai pelarian Rohingya di negara tetangga Bangladesh, telah menyalahkan pasukan pemerintah Myanmar karena melaksanakan kampanye pembunuhan, geng pemerkosaan dan pembakaran yang mereka katakan jumlahnya mungkin mencapai sebuah genosida.

Dewan Hak Asasi Manusia (UNHRC)PBB  pada hari Jumat sepakat untuk mengirim misi pencari fakta internasional untuk menyelidiki tuduhan meluasnya pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan oleh pasukan keamanan terhadap Muslim Rohingya di Rakhine Myanmar.

Para penyelidik PBB percaya pasukan keamanan telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi telah menolak keras penyelidikan PBB, mengklaim setiap misi pencari fakta internasional "akan membuat lebih banyak untuk mengobarkan, bukannya menyelesaikan, masalah saat ini."

Min Aung Hlaing, panglima militer Myanmar, baru-baru ini membela tindakan keras yang sedang berlangsung pada Muslim Rohingya di Rakhine.

Myanmar telah lama menghadapi kecaman karena perlakuannya terhadap lebih dari satu juta Muslim Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine.

Myanmar mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai tanpa warga negara atau non-warga negara, status yang melucuti mereka dari hak atas pendidikan, pekerjaan atau pelayanan sosial. (st/ptv)


latestnews

View Full Version