View Full Version
Kamis, 18 May 2017

Meski Ditentang Para Ulama, Penyelenggara Parade Kebanggaan Gay di Beirut Bersikeras Lanjutkan Acara

BEIRUT, LIBANON (voa-islam.com) - Penyelenggara festival parade kebanggaan gay dan lesbian pertama di Libanon telah bersumpah untuk melanjutkan acara tersebut, tidak peduli desakan dari para tokoh agama yang menuntut penutupan acara pekan pro-LGBT pertama ini.

Sutradara Libanon Bertho Makso mengatakan bahwa Beirut Pride - yang dimulai pada hari Ahad dengan sebuah pameran tentang kesetiaan gender dalam mode - akan terus berlanjut walaupun Asosiasi Cendekiawan Muslim di Libanon menyatakan "perang melawan homoseksualitas".

Pada hari Senin, panitia harus membatalkan sebuah seminar tentang diskriminasi terhadap komunitas LGBT karena "alasan keamanan" setelah umat Islam mengancam akan mengadakan demonstrasi di luar acara tersebut.

"Even lainnya akan terus berlanjut," kata Makso kepada The New Arab pada hari Rabu (17/5/2017), menambahkan bahwa seminar yang dibatalkan itu mungkin ditargetkan karena "lebih umum".

Kelompok Salafis ultra-konservatif memposting apa yang disebutnya "peringatan terakhir" di halaman Facebook-nya pada hari Ahad, dan meminta polisi melarang konferensi yang diberi label sebagai "kejahatan terhadap kebajikan".

"Kami menyatakan perang melawan kecabulan jahat ini ... jika pihak berwenang tidak memenuhi peran mereka, mereka harus menghadapi konsekuensinya," kata kelompok tersebut.

Kelompok ini memperingatkan bahwa mereka akan "memobilisasi semua orang yang peduli tentang kebajikan dan kehormatan ... untuk melarang seminar ini".

Tidak seperi di negara-negara liberal lainnya di mana acara tersebut diisi dengan parade jalanan gaduh sebagaimana yang terlihat, Beirut Pride akan mencakup pemutaran film, ceramah dan pesta di salah satu klub malam terbesar di Timur Tengah.

Libanon pada umumnya lebih toleran terhadap isu LGBT daripada negara-negara Arab lainnya, walaupun polisi masih melakukan penggerebegan rutin ke klub malam gay.

Hukum Libanon melarang tindakan seksual yang "bertentangan dengan tatanan alam", yang oleh beberapa orang dianggap sebagai "larangan" terhadap homoseksualitas, walaupun para aktivis LBGT mengklaim bahwa ini tidak terjadi.

"Hukum Libanon tidak melarang homoseksualitas. Perilaku seksual 'tidak wajar' apa yang dipermasalahkan? dan hakim telah memutuskan bahwa undang-undang ini tidak mencakup komunitas LGBT," klaim para aktivis LGBT.

Menanggapi ancaman dari kalangan Islam, Masko mengklaim Libanon adalah sebuah negara yang diperintah oleh undang-undang.

Jajak pendapat tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya 18 persen orang Libanon percaya bahwa "homoseksualitas harus diterima oleh masyarakat", namun aktivisme pro-LGBT berkembang di seluruh negeri dalam beberapa tahun terakhir. (st/TNA)


latestnews

View Full Version