AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Human Rights Watch (HRW) telah memperingatkan bahwa melucuti hak sekitar 15.000 warga Palestina yang berhak tinggal di Yerusalem al-Quds sejak 1967 dapat menjadi "kejahatan perang".
"Israel mengklaim untuk memperlakukan Yerusalem sebagai kota yang bersatu, namun kenyataannya secara efektif merupakan satu rangkaian peraturan untuk orang Yahudi dan satu lainnya untuk orang Palestina," kata direktur hak asasi internasional untuk Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Selasa (8/8/2017).
Dari tanggal 5 sampai 10 Juni 1967, Perang Enam Hari antara rezim Zionis Israel di satu sisi dan Mesir, Yordania, dan Suriah di sisi lain. Pada akhir perang tersebut, Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur al-Quds, Jalur Gaza, dan sebagian Dataran Tinggi Golan. Israel kemudian mundur dari Gaza namun tetap mengepungnya. Perang tersebut dan tindakan Israel yang terjadi kemudian mengungsikan ratusan ribu orang Palestina dan Suriah.
Sejak saat itu, 14.595 warga Palestina telah dicabut status tempat tinggal mereka, sebuah langkah yang secara efektif menghentikan mereka dari tinggal di kota kelahiran mereka, kata Whitson.
"Pembatalan tempat tinggal sering kali secara efektif memaksa orang-orang Palestina dari Yerusalem yang diduduki, yang dilindungi berdasarkan pendudukan Israel di bawah Konvensi Jenewa Keempat, untuk meninggalkan wilayah tempat tinggal mereka," tambahnya.
Israel diwajibkan untuk menarik diri dari semua wilayah yang disita dalam perang di bawah Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 242, yang diadopsi beberapa bulan setelah Perang Enam Hari, pada bulan November 1967; Namun rezim Tel Aviv tidak pernah mematuhi hukum internasional tersebut sejak saat itu.
"Deportasi atau pemindahan paksa dari setiap bagian populasi wilayah yang diduduki bisa berarti kejahatan perang," katanya.
Laporan tersebut muncul beberapa hari setelah sebuah pengadilan Israel memutuskan untuk mencabut kewarganegaraan seorang pria muda Arab-Israel atas keterlibatannya dalam sebuah serangan terhadap tentara zionis Israel di wilayah utara yang diduduki dua tahun lalu.
Direktur HRW untuk wilayah Palestina yang diduduki, Omar Shakir, mengatakan bahwa pencabut kewarganegaraan Zayoud "akan membuat dia tanpa kewarganegaraan, yang melanggar kewajiban Israel berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional".
Sekitar 1,4 juta orang Arab Israel, yang membentuk sekitar 18 persen penduduk Israel, tinggal di wilayah pendudukan. Mereka adalah keturunan orang-orang Palestina yang tetap berada di tanah mereka bahkan setelah pembentukan negara Zionis pada tahun 1948. (st/ptv)