View Full Version
Sabtu, 12 Aug 2017

Myanmar Sebar 500 Tentara ke Wilayah Rohingya Setelah Pembunuhan 7 Informan Pemerintah

RAKHINE, MYANMAR (voa-islam com) - Myanmar telah mengerahkan 500 tentara ke bagian utara negara bagian Rakhine yang mayoritas Muslim di tengah kekhawatiran gelombang lain tindakan keras terhadap Muslim Rohingya.

Dua sumber militer yang berbasis di negara bagian barat laut mengatakan keputusan diambil setelah tujuh orang informan pemerintah ditemukan tewas di pegunungan dekat kota Maungdaw pekan lalu.

Salah satu sumber militer mengatakan sekitar 500 tentara dikirim ke beberapa kota, termasuk Buthidaung dan Maungdaw, dekat perbatasan dengan Bangladesh pada hari Kamis (10/8/2017).

Warga mengklaim tujuh orang tersebut terbunuh setelah mereka menemukan sebuah kamp untuk para pejuang Rohingya. Pemerintah menyalahkan insiden tersebut pada "ekstrimis," menuduh pejuang membunuh informan di komunitas Muslim.

Kepala polisi Rakhine Kolonel Sein Lwin berkata, "Kita harus meningkatkan operasi keamanan karena situasi keamanan memburuk, beberapa Muslim dan Budha telah terbunuh oleh pemberontak."

Langkah-langkah peningkatan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan gelombang baru kekerasan terhadap Rohingya setelah tindakan keras tahun lalu yang diluncurkan setelah serangan mematikan terhadap penjaga perbatasan negara itu pada 9 Oktober 2016 yang menyebabkan sembilan polisi tewas. Pemerintah menyalahkan Rohingya atas serangan tersebut.

Hampir 75.000 orang telah melarikan diri dari bagian utara Rakhine yang mayoritas Muslim ke Bangladesh sejak militer Myanmar melancarkan tindakan keras tersebut, menurut sebuah laporan PBB.

Ada banyak laporan oleh saksi mata tentang eksekusi di tempat, pemerkosaan dan serangan pembakaran terhadap umat Islam sejak tindakan keras tersebut dimulai.

Militer telah memblokir akses ke Rakhine dan melarang wartawan dan pekerja bantuan memasuki zona tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung terhadap Rohingya di Rakhine bisa sama dengan "kejahatan terhadap kemanusiaan."

Pemerintah Myanmar telah menolak masuk ke anggota misi pencarian fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan kejahatan oleh pasukan keamanan terhadap Rohingya.

Sementara itu, seorang ahli hak asasi manusia PBB menyuarakan peringatan pada hari Jum'at (11/8/2017) menyusul pengerahan batalion tentara ke negara bagian Rakhine, memperingatkan bahwa memperingatkan pembangunan tersebut "menjadi penyebab perhatian utama."

"Pemerintah harus memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri dalam segala situasi dan menghormati hak asasi manusia dalam menangani situasi keamanan di Negara Bagian Rakhine," kata pelapor khusus PBB Yanghee Lee.

Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), sebuah kelompok hak asasi manusia, juga mengungkapkan keprihatinannya pada hari Jum'at (11/8/2017) tentang meningkatnya jumlah tentara di negara yang bermasalah tersebut.

"Aung San Suu Kyi harus memanggil semua pihak, termasuk tentara Myanmar, untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi konflik di negara bagian Rakhine utara, daripada memperparahnya," kata Eva Kusuma Sundari, anggota dewan APHR, merujuk pada konselor negara Myanmar.

Pemerintah Myanmar telah menyangkal kewarganegaraan penuh terhadap penduduk Rohingya yang berjumlah 1,1 juta jiwa yang tinggal di sana, mencap mereka imigran ilegal dari Bangladesh, meski nenek moyang mereka terlacak telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. (st/ptv) 


latestnews

View Full Version