TEL AVIV, ISRAEL (voa-islam.com) - Zionis Israel menolak untuk menghentikan penjualan senjata ke Myanmar, meskipun ada tuduhan genosida, pembersihan etnis, pemerkosaan, penyiksaan dan pembantaian terhadap Muslim Rohingya.
Zionis Israel memiliki kesepakatan senjata yang menguntungkan dengan Myanmar yang mencakup lebih dari 100 tank, senjata dan kapal yang telah digunakan untuk mengepolisian perbatasan negara tersebut dan melakukan banyak tindakan kekerasan terhadap Rohingya.
Sebuah petisi yang ditujukan ke Pengadilan Tinggi Israel menyerukan penghentian perdagangan senjata dengan Myanmar saat ini bergerak melalui sistem politik.
Bab terakhir adalah sebuah sidang terbuka kemarin yang dilanjutkan dengan sesi tertutup yang panjang dimana pengacara negara q menjelaskan hubungan Israel dengan Myanmar.
Eitay Mack, pengacara pemohon mencatat bahwa Uni Eropa dan Amerika Serikat telah memberlakukan embargo terhadap Myanmar dan mengatakan bahwa Israel adalah satu-satunya negara Barat yang memasok senjata ke junta militer.
Menurut Haaretz, Mack juga menyebutkan bahwa Israel menjaga perdagangan senjatanya dengan Myanmar tertutup, namun kepala junta membanggakan hubungannya dengan Israel di halaman Facebook mereka.
Petisi tersebut mencatat bahwa pada bulan September 2015, Jenderal Min Aung Hlaing, komandan militer Myanmar, mengunjungi Israel dan bertemu dengan Kepala Staf Letnan Jenderal Gadi Eisenkot.
Hlaing mencatat di halaman Facebook-nya bahwa dia telah mengunjungi berbagai industri pertahanan dan memesan kapal patroli, yang diyakini digunakan dalam kekejaman yang dilakukan terhadap Rohingya.
Namun, pengacara negara Israel tidak terpengaruh oleh tekanan internasional yang terus meningkat.
Dalam tanggapan mereka kemarin atas seruan embargo senjata, Shosh Shmueli, yang mewakili negara, mengatakan bahwa pengadilan tersebut seharusnya tidak mencampuri hubungan luar negeri Israel.
Sementara sebuah keputusan mengenai petisi segera diperkirakan, para politisi Israel tetap enggan untuk mengalah pada masalah ini.
Pidato pengacara negara tersebut diyakini merupakan pengulangan tanggapan awal yang dikeluarkan pada bulan Maret oleh kementerian pertahanan yang mengatakan bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki posisi dalam masalah "murni diplomatik".
Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman bahkan menyingkirkan kekhawatiran yang diajukan dalam petisi tersebut yang mengatakan bahwa kebijakan penjualan senjata Israel mematuhi "pedoman yang diterima dari dunia yang tercerahkan". (st/TNA)