RAKHINE, MYANMAR (voa-islam.com) - Lebih dari 10.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari tindakan biadab militer di di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, telah berkumpul di dekat titik persimpangan dengan Bangladesh menunggu masuk ke negara tetangga tersebut.
Para pengungsi "tiba di hutan barat antara desa Letphwekya dan Kwunthpin untuk beremigrasi ke negara tetangga," Global new Light of Myanmar yang didukung pemerintah melaporkan pada hari Selasa (3/10/2017).
Bangladesh telah mengizinkan lebih dari 507.000 orang Rohingya masuk ke negara ini sejak akhir Agustus, ketika negara mayoritas Budha Myanmar meluncurkan kampanye teror dan kebrutalan baru terhadap kaum Muslim dengan alasan membubarkan pejuang anti-pemerintah.
Negara bagian Rakhine yang mayoritas Rohingya telah dikosongkan dari separuh populasi Muslimnya selama beberapa minggu terakhir dan lebih banyak orang pindah saat tindakan terus-menerus berlanjut terhadap Rohingya.
Banyak saksi dan kelompok hak asasi manusia telah melaporkan serangan sistematis, termasuk pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran, oleh tentara dan massa Budha terhadap Muslim Rohingya, yang memaksa mereka meninggalkan rumah-rumah yang telah ditinggali selama beberapa generasi dan melarikan diri ke kamp-kamp pengungsi yang padat di Bangladesh.
PBB telah menggambarkan tindakan keras baru terhadap Rohingya sebagai contoh buku teks pembersihan etnis.
Bagi orang-orang Muslim yang tinggal di dalam Rakhine, kondisi memburuk dari hari ke hari.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ikut dalam tur terkendali di negara bagian Rakhine pada hari Senin berbicara tentang skala penderitaan yang "tak terbayangkan".
Delegasi Uni Eropa yang menyertai mereka dalam perjalanan yang diawasi oleh pemerintah mendesak diakhirinya kekerasan setelah melihat "desa-desa dibakar habis dan dikosongkan penduduknya."
Di Bangladesh, para pengungsi pada hari Selasa skeptis tentang peluang mereka untuk kembali ke Myanmar meski ada kesepakatan baru-baru ini antara kedua pemerintah mengenai proses repatriasi pengungsi.
Sudah ada sekitar 300.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh sebelum eksodus terakhir.
Myanmar, bagaimanapun, mengatakan bahwa hanya akan mengembalikan mereka yang tiba setelah Oktober 2016, jika mereka "diverifikasi".
Banyak pengungsi curiga terhadap rencana pemerintah Myanmar. "Semuanya terbakar, bahkan orang-orang dibakar," kata seorang pengungsi yang mengidentifikasi dirinya sebagai Abdullah, menolak kemungkinan orang-orang memiliki dokumentasi yang diperlukan untuk verifikasi identitas.
Akar krisis tersebut adalah penolakan Myanmar yang beragama Buddha untuk memberikan kewarganegaraan kepada komunitas minoritas Muslim. (st/ptv